
BANJARMASIN – Warga mengeluhkan kondisi konstruksi Jembatan Sulawesi 1, khususnya oprit yang menghubungkan dengan badan jembatan.
Oprit di Jembatan Sulawesi 1 itu dinilai cukup membahayakan bagi pengguna jalan, karena tidak tersambung mulus dengan badan jembatan. Akibatnya, saat dilintasi sering menimbulkan hentakan.
Wahyu misalnya, mengaku harus berhati-hati ketika mengendarai motor Vespa-nya jika melewati jembatan tersebut.
“Saat menaiki jembatan dari Pasar Lama, sambungan antara landasan tanjakan dengan badan jembatan terlalu lebar, sehingga motor saya pasti terhentak. Apalagi saya memakai motor tua,” ucapnya saat diwawancarai Mata Banua, Rabu (20/7) siang.
Tidak hanya di tanjakan, menurut pemuda yang berdomisili di Kabupaten Banjar tersebut, kondisi sambungan jembatan di sebelah Masjid Jami juga sama.
“Pokoknya kaya tertabrak gundukan polisi tidur di kompleks. Takutnya, shockbreaker dan velg motor saya jadi rusak,” ujarnya.
Karena itu, ia mengaku terkadang lebih memilih lewat Jembatan Sulawesi 2 alias jembatan yang lama, ketimbang jembatan yang baru.
“Selain sambungnya bisa merusak bagian kaki motor, tanjakan dan turunan jembatan ini juga terlalu curam. Makanya banyak pengendara motor memilih lewat jembatan yang lama,” pungkasnya.
Hal senada juga diungkapkan Ahmad Jaelani, tukang becak yang sering mangkal di kawasan Pasar Lama. Ia mengaku sering menyaksikan angkutan muatan tidak kuat saat menaiki jembatan itu.
“Jangankan angkutan berat, sepeda motor pun banyak yang enggan lewat jembatan (Sulawesi 1) itu. Soalnya sudah tinggi, dan terlalu pendek landasannya,” ujarnya.
Karena itu ia berharap agar jalur tanjakan dan turunan jembatan itu bisa diperpanjang supaya jalannya tidak terlalu curam dan mudah dilewati pengguna jalan.
“Khususnya Jembatan Sulawesi 2 yang akan dibangun, jangan sampai seperti jembatan pertama ini. Kasihan pengendara banyak yang takut kalau lewat situ,” harapnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang (Kabid) Jembatan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin, Dedy Hamdhani mengakui bahwa oprit jembatan Sulawesi 1 itu memang agak curam.
Namun, ia mengklaim bahwa kemiringan oprit jembatan tersebut masih dalam batas kewajaran, yang disyaratkan sebagai landasan sebuah konstruksi jembatan.
“Kemiringan oprit jembatan memang agak curam, tapi masih dalam hal kewajaran karena tidak sampai 45 derajat,” jelasnya melalui sambungan telepon, Rabu siang.
Mengenai sambungan oprit jembatan yang juga dikeluhkan warga, juga dinilainya hal yang wajar.
“Jarak antara oprit dan jembatan memang agak lebar, namun itu masih wajar, karena itu memang diberi ruang untuk batas muai material jembatan, dan semua jembatan rangka baja itu memang perlu diberi ruang muai,” ujarnya.
Kendati demikian, ia mengaku akan kembali meninjau apa yang dikeluhkan para pengguna jalan tersebut, agar ketika akses ke Jembatan Sulawesi 2 ditutup warga bisa merasa nyaman dan aman saat melintas di atas Jembatan Sulawesi 1.
“Makanya kita lihat lagi kondisinya apakah jarak muainya sudah sesuai desain apa tidak. Kalau jaraknya masih batas aman tidak masalah itu,” tegasnya.
Dedy mengaku saat ini pihaknya masih fokus untuk membangun Jembatan Sulawesi 2. “Tapi kalau terlalu lebar, paling nanti kita lapisi dengan cairan aspal atau stomer karet untuk mengurangi hentakan kendaraan yang lewat di bagian ruang muainya,” tukasnya. Dwi