Oleh : Afifah Balqis
Bahan bakar bersubsidi kini kembali menjadi sorotan. Bukan hanya premium bensin juga di perbincangkan pada tahun 2021 perihal penghapusan jenisnya, dengan alasan ramah lingkungan, melainkan Pertalite, sebagai pengganti Premium, dimana untuk mendapatkannya harus membelinya lewat sebuah aplikasi.
Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) terus berupaya untuk memastikan subsidi energi terutama bahan bakar minyak (BBM) pertalite dan solar tepat sasaran. Tepat sasaran artinya penikmat subsidi BBM ini memang rakyat yang tidak mampu. Sebab, pada kenyataannya banyak masyarakat kelas menengah bahkan atas ikut mengkonsumsi BBM subsidi. Oleh karenanya, Pertamina berencana untuk memperketat penjualan BBM subsidi dengan mewajibkan masyarakat melakukan registrasi di website maupun aplikasi MyPertamina sebelum membeli. (www.cnnindonesia.com/29/06/2022).
Pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar dengan menggunakan aplikasi atau website MyPertamina akan diberlakukan mulai 1 Juli 2022. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution menyampaikan, masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite dan Solar dapat mendaftarkan datanya melalui website, untuk kemudian menunggu apakah kendaraan dan identitasnya terkonfirmasi sebagai pengguna yang terdaftar.
“Kami menyiapkan website MyPertamina yakni https://subsiditepat.mypertamina.id/ yang dibuka pada 1 Juli 2022. Sistem MyPertamina ini akan membantu kami dalam mencocokan data pengguna,” kata Alfian dalam keterangan pers. (Okezone.com/01/07/2022).
Bahan bakar merupakan konsumsi masyarakat sehari-hari untuk berkegiatan. Kabar mengenai penghapusan Premium saja sebenarnya sudah cukup mengangetkan, kini justru Pertalite malah susah di dapatkan karena cara pemerolehannya belum tentu semua masyarakat bisa melakukannya. Bagi masyarakat yang memiliki gadget tentu bukan masalah, hanya persoalan ribet dan memakan banyak waktu. Berbeda halnya untuk masyarakat yang tidak memiliki benda pipih alias gadget yang harus ketar-ketir jika akses BBM hanya bisa di lakukan via ponsel pintar itu.
Sebenarnya, siasat pemerataan BBM subsidi yang di lakukan tidaklah menjadi solusi untuk masyarakat, melainkan menjadikan masyarakat bawah khususnya semakin sulit mengaksesnya. Selain menyulitkan masyarakat, disisi lain ternyata menguntungkan pihak tertentu. Misalnya saja, dalam fitur top up di aplikasi My Pertamina, hanya ada pilihan menggunakan aplikasi Link Aja dan debit kartu. Tidak secara langsung, My pertamina sebenarnya tengah berusaha untuk memberikan keuntungan ke perusahaan partner mereka yakni Link Aja, sementara masyarakat? Justru kantong bocor akibat penggunaan aplikasi tersebut. Bagaimana tidak? untuk mengisi saldo Link Aja, sudah pasti di kenakan biaya, ditambah ketika membayar via Link Aja untuk membeli BBM.
Mengapa hal demikian bisa terjadi? Minyak bumi yang seharusnya bisa di rasakan manfaatnya tanpa mematok harga apalagi menyulitkan justru malah membuat rakyat menjerit? Melihat dari kepemilikan minyak bumi yang diambil alih pribadi alias swasta, tentu tidak bisa dinafikan bahwa sulitnya akses BBM subsidi karena pengaruh kepemilikan minyak bumi yang mana bukan negara yang memilikinya. Swasta alias perusahaan tertentu yang memilikinya, bisa dengan bebas menarifkan harga, bahkan meraup dana dari pemerintah beruba dana subsidi yang ada.
Negara sistem kapitalis yang mana hanya menguntngkan para pemilik modal alias swasta, memang tampaknya tidak keberatan lagi oleh hal demikian, selama rakyat membayar pajak, maka mereka dengan senang hati mengeluarkan dana hasil keringat rakyat untuk subsidi? Bukankah itu pertanda tidak ada yang namanya rakyat gratis menikmati hasil minyak bumi negeri ini? Ya, karena apalagi jika bukan karena kepemilikan bukan di tangan negara tapi di tangan para pemilik modal. Alih-alih membuat kebijakan menyediakan BBM murah yang lebih memadai bagi seluruh rakyat, pemerintah malah memaksa public untuk mengkonsumsi BBM pertamax. Ngeri!
Posisi BBM dalam Islam adalah sebagai sumber daya milik rakyat. Islam tidak membenarkan penguasaannya oleh individu, apalagi oleh korporasi besar. Terlebih, nasib rakyat sendiri yang akhirnya tergadai akibat liberalisasi migas menyebabkan rakyat kesulitan mendapatkan BBM murah. Mereka juga masih harus dipersulit dengan adanya pembelian berbasis android yang tidak semua kepala memilikinya, alih-alih mendapatkan subsidi perangkat gawainya.
Islam sama sekali tidak antiteknologi, tetapi Islam juga sangat berkomitmen perihal kemudahan suatu urusan, apalagi yang menyangkut orang banyak. Jika ada yang mudah, mengapa harus dipersusah?
Rasulullah saw. pernah mengingatkan dalam sabdanya, “Ya Allah, siapa yang mengurusi satu perkara umatku, lalu ia menyulitkan umat, maka persulitlah ia. Dan siapa yang mengurusi perkara umatku, lalu ia memudahkannya, maka permudahlah ia.” (HR Muslim)
Maka dapat dipahami, bahwasannya sistem Islam mampu untuk meratakan pembagian hasil bumi untuk di nikmati oleh rakyat, bukan hanya segelintir orang apalagi menguntungkan para korporasi. Wallahu’alam bishowab.