Oleh : Nada Annisa
Diberitakan sebelumnya, pemerintah segera memulai transisi perubahan sistem penjualan dan pembelian minyak goreng curah rakyat (MGCR). Pemerintah pun akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Perubahan sistem ini dilakukan untuk membuat tata kelola distribusi MGCR menjadi lebih akuntabel dan bisa terpantau mulai dari produsen hingga konsumen.
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, nantinya setelah masa sosialisasi selesai, seluruh penjualan dan pembelian MGCR akan menggunakan aplikasi PeduliLindungi. Sementara masyarakat yang belum punya PeduliLindungi masih bisa membeli dengan menunjukkan NIK.
Menko Luhut mengatakan bahwa pembelian MGCR di tingkat konsumen akan dibatasi maksimal 10 kg untuk satu NIK per harinya dan dijamin bisa diperoleh dengan harga eceran tertinggi, yakni Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kilogram.
Minyak goreng curah rakyat dengan harga tersebut bisa diperoleh di penjual/pengecer yang terdaftar resmi dalam program Simirah 2.0 dan juga melalui Pelaku Usaha Jasa Logistik dan Eceran (PUJLE) yakni Warung Pangan dan Gurih.
Namun, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai akan potensi masalah dalam penerapan pembelian minyak goreng curah rakyat (MGCR) dengan syarat Peduli Lindungi. Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Akan terjadi masalah dalam distribusi yang tepat sasaran, bisa aja satu orang secara personal membeli itu, tapi di sisi lain tidak semua masyarakat bawah itu memiliki smartphone. Ini jadi masalah juga, karena mereka beli minyak goreng itu bukan kelompok masyarakat mampu, alih-alih beli smartphone mereka lebih mendahulukan kebutuhan pokok.
Jika kita mencermati , upaya pemerintah yang luar biasa melakukan berbagai kebijakan agar dapat menyalurkan hal rakyat kepada yang berhak, namun disana pula ada peluang permasalahan praktik dan pelaksanaan di lapangan oleh pihak tak bertanggung jawab. Ini terjadi karena di alam sistem ekonomi sekuler (memisahkan aturan agama dengan aturan kehidupan), sebagian oknummasih berorientasi pada keuntungan tanpa melihat keadaan masyarakat, mereka tidak merasa salah jika harus menimbun barang asalkan menguntungkan, meski masyarakat teriak. Sistem ini berpihak pada siapa yang kuat dia yang dapat.
Alam sekuler kapitalis, yang membolehkan kebebasan menentukan aturan kehidupan, menjamin kebebasan berekonomi dan bertindak, sehingga menyuburkan perbuatan yang sebenarnya menzalimi pihak lain namun menurut mereka adalah sah- sah saja. Sehingga keadaan seolah-olah. Tidaklah cukup hanya dengan penggunaan peduli lindungi untuk menjamin pendistribusian minyak goreng tepat sasaran , perlu adanya usaha komprehemsif agar juga para penimbun tidak berulah. Adakah solusi yang tepat ?
Ekonomi Islam mengatur Disribusi Minyak Goreng
Islam adalah agama dan aturan hidup yang sempurna, karena berasal dari Yang Maha Sempurna , Pencipta manusia dan alam seisinya. Allah yang Maha Tahu kebutyhan dan aturan yang baik untuk seluruh umat manusia tanpa harus saling menzalimi. Aturan Islam mencakup selurih aspek kehidupan , termasuk sistem ekonomi.
Sistem Ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan setiap individu rakyat/warna negara, yakni kebutuhan primernya, termasuk kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan kesanggupannya. Untuk itu, termasuk dalam memenuhi kebutuhan minyak goreng seperti pada kondisi saat ini misalnya, politik ekonomi Islam mampu memberikan solusi secara benar agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Dalam distribusi minyak goreng ke tengah masyarakat, politik ekonomi Islam akan menjamin penerapan beberapa aturan berikut.
Pertama, politik ekonomi Islam menjamin distribusi minyak goreng secara merata pada setiap individu. Hal ini karena orientasi jaminan kemakmuran masyarakat. Sangat wajar jika dalam sejarah Islam, dapat ditemukan betapa seriusnya para Khalifah terdahulu dalam memastikan setiap rakyatnya dalam keadaan kenyang. Semisal Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang memanggul sendiri gandum dan daging bahkan memasakannya sendiri untuk rakyatnya seorang janda dan anak-anaknya yang kelaparan di malam hari.
Karenanya, politik ekonomi Islam pun akan mengatasi meratanya distribusi minyak goreng saat ini secara serius untuk mencari penyebab utamanya yang diikuti dengan keluarnya regulasi yang akan menghentikan setiap kebijakan maupun praktik ekonomi yang tidak sesuai dengan syari’ah Islam, baik di hulu maupun hilir. Hal ini sejalan dengan fungsi pemimpin negara yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui risalah-Nya pada Rasulullah saw. “Imam (Pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Kedua, politik ekonomi Islam akan memberantas para spekulan yang melakukan penimbunan minyak goreng untuk meraup keuntungan. Praktik penimbunan dengan tegas dilarang oleh Allah SWT dan hukumnya haram. Rasulullah saw bersabda:
“Tidak akan melakukan penimbunan selain orang yang salah” (HR. Muslim)
Syari’at menetapkan, disebut penimbunan jika memang memenuhi syarat, yakni sampai pada batas yang menyulitkan warga setempat untuk membeli barang yang ditimbun. Kemudian, dalam penimbunan ini terjadi penumpukan barang dengan tujuan tertentu seperti menaikkan harga seperti yang dilakukan para spekulan.
Maka kondisi ini akan dihentikan dalam politik ekonomi Islam sehingga tidak ada hal-hal yang menghambat pemerataan distribusi kebutuhan pada setiap individu rakyat. Terlebih, politik ekonomi Islam akan menyelamatkan siapapun dalam Negara Islam dari praktik yang mengandung keharaman seperti penimbunan ini.
Dalam tat cara penyalurannya pun, pemerintah akan mengambil jalan mudah, murah dan sederhana bagi masyarakat. Sehingga dalam pemilihan sarana dan teknis diatribusi pun tidak memberatkan masyarakat. Sejatinya negara melihat potensi masalah secara geografis tak hanya di perkotaan, tapi juga pedesaan. Data menunjukkan jumlah kepemilikan aplikasi atau smartphone di satu keluarga. Setelah itu, baru ditentukan skema yang tepat untuk penyalurannya. Sehingga kebijakan tepat dan mudah bagi seluruh lapisan masyarakat.
Terjaminnya distribusi yang merata dengan politik ekonomi Islam ini tentu menjadi regulasi yang kontradiktif dengan realitas hari ini. Politik ekonomi Islam hadir sebagai kebijakan yang manusiawi karena berasal dari