
JAKARTA – Pengamat Properti Anton Sitorus menilai pemerintah harus lebih banyak menggelontorkan insentif atau subsidi bagi masyarakat yang ingin membeli rumah di tengah lonjakan inflasi.
Menurut Anton, hanya dengan insentif atau subsidi, harga rumah akan lebih murah. Dengan demikian, masyarakat tetap bisa membeli rumah tahun ini.
“Kalau dari sudut pandang pemerintah yang bisa dilakukan adalah berikan insentif-insentif karena kalau masalah harga, itu kan mekanisme pasar,” ungkap Anton.
Saat ini, kata Anton, pemerintah telah memberikan insentif berupa diskon pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 50 persen. Namun, kebijakan itu hanya berlaku sampai September 2022.
Insentif itu juga sebenarnya turun dari 2021 lalu, di mana pemerintah memberikan diskon PPN hingga 100 persen kepada masyarakat yang hendak membeli rumah.
“Pemerintah belakangan ini memang sudah responsif, tapi mungkin bisa lebh fleksibel. Kalau diperlukan lagi diskon PPN 100 persen kenapa tidak,” jelas Anton.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus memberikan insentif kepada pengembang. Sebab, harga bahan bangunan juga sedang tinggi-tingginya sekarang.
Salah satu insentif yang bisa diberikan adalah diskon pembayaran pajak penghasilan (PPh) dan diskon PPN ketika pengembang membeli bahan bangunan yang dibutuhkan.
“(Untuk pengembang) bisa juga mungkin PPh, lalu PPN untuk beli baha-bahan produksi mereka,” terang Anton.
Senada, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai pemerintah harus rela mengucurkan banyak subsidi. Bukan hanya agar masyarakat bisa beli rumah, tapi untuk menekan laju inflasi di dalam negeri.
“Mau tidak mau APBN digunakan untuk meredam gejolak kenaikan harga melalui kebijakan subsidi dalam berbagai hal, pangan, energi. Bantuan sosial itu menjadi instrumen untuk menstabilkan harga-harga di Indonesia,” ucap Abra.
Ketika inflasi berhasil ditekan, otomatis harga barang-barang akan turun termasuk bahan bangunan. Hal itu akan membuat beban biaya pengembang berkurang dan harga rumah berpotensi turun.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga berpeluang tetap menahan bunga acuan di level 3,5 persen jika inflasi stabil. Sebaliknya, ketika inflasi tinggi, bank sentral biasanya akan mengerek bunga acuan.
Kalau suku bunga acuan naik, maka bunga KPR otomatis juga meningkat. Alhasil, total biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli rumah semakin tinggi.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan pemerintah harus memiliki bank tanah di setiap daerah. Nantinya, tanah itu bisa ibangun perumahan yang dijual dengan harga murah.
“Untuk jangka panjang saya mengusulkan pemerintah harus punya bank tanah di setiap daerah untuk dibangun rumah murah,” kata Ali.
Saat ini, Ali mengatakan pemerintah memang sudah punya program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). cnn/mb06