Oleh: Maria Olfah, S.Pd (Ibu Rumah Tangga di Batola)
Pertemuan dan sosialissasi pemberantasan stunting semakin gencar dilaksanakan. Bertapa tidak karena melihat kondisi saat ini Indonesia masih berada di urutan ke-4 dunia, dan urutan ke-2 di Asia tenggara dengan kasus balita stunting terbanyak. Sedangkan di batola angka stunting juga masih masih tinggi, walaupun terjadi penurunan, tercatat ditahun 2020 angka stunting berada di 16,81 %, kemudian di 2021 menjadi 14,26% dan 2022 ini sudah menjadi 12,56%. Penurunan kasus stunting ini terwujud karena hasil kerja keras pemerintah dalam menanganinya, antara lain melalui program Permata Bunda yaitu pemberian makanan tambahan ibu hamil dan anak balita (yang berat badannya kurang), namun program ini hanya berlangsung selama 3 bulan, artinya tidak berkelanjutan. Pemerintah Batola juga melaksanakan intervensi gizi spesiik melalui program ketahanan pangan, pembangunan tempat tinggal yang layak, akses sanitasi, air bersih serta bantuan social dan jaminan kesehatan.
Namun pada kenyataannya tak semua masyarakat yang mendapatkannya, program ini diperuntukkan hanya untuk segelintir orang yang terpilih, missal pembangunan tempat tinggal yang layak, masih banyak masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari layak, dan bahkan menimbulkan kecemburuan social dikalangan masyarakat.
Sedangkan, untuk jangka panjang, dilakukan pemulihan ekonomi melalui program padat karya yang dikolaborasikan melalui program Kampung Terintegritas kampung KB. Program kampong KB tidak hanya berbicara soal ledakan penduduk tetapi juga memberdayakan potensi masyarakat agar berperan nyata dalam pembangunan, termasuk masalah stunting atau gizi buruk. Pemerintah berharap dengan hadirnya kampung KB mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat ditingkat kampungatau yang setara melalui program pembangunan keluarga dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas (adanya program BKB, BKR,BKL, UPPKA dan PIK R).
Secara logika dengan 2 anak cukup maka pemenuhan gizi keluarga juga akan tercukupi dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai banyak anak, pendidikan dan kesehatannya pun akan lebih terfokus kepada 2 anak saja, orang tua pun khususnya seorang ibu akan lebih leluasa untuk berkarier jika hanya memiliki 2 anak saja sehingga masa depan pendidikan pun akan lebih mudah untuk disiapkan dari segi materi.
Berbeda halnya dalam perspektif Islam, dimana fasilitas pendidikan, keamanan, kesehatan, dan kesejahteraan pangan di tanggung Negara. maka setiap keluarga tidak dibatasi berapa pun jumlah anak mereka, bahkan Rasulullah akan bangga dengan banyaknya jumlah mereka. Terkait masalah pemenuhan kebutuhan pangan, Islam telah mengatur seorang ayah sebagai kepala keluarga berkewajiban untuk menafkahi keluarganya dengan makanan yang halal dan tayyib, disini perlu diperhatikan dalam ketersediaan makanan yang halal dan tayyib, dan peran pemerintah sangat diperlukan dalam mengontrol makanan yang beredar. Seorang anak yang terkategori stunting bukan berarti dia berasal dari keluarga yang tidak mampu, namun bisa jadi karena pola makan yang tidak sehat dan bisa juga karena penyakit bawaan sejak lahir.
Jika seorang ayah tidak memiliki pekerjaan, maka Negara wajib menyediakan pekerjaan yang layak dan memadai, jika seorang ayah telah tiada maka kewajiban menafkahi beralih kepada walinya (Bisa paman atau kakeknya), kemudian beralih kepada tetangga yang mampu karena Rasulullah telah bersabda “Wahai para wanita muslimah janganlah antara tetangga yang satu dan lainnya saling meremehkan walaupum hanya dengan memberi kaki kambing” (HR. Bukhari), dari Aisyah, nabi SAW bersabda “Jibril senantiasa mewasiatkanku untuk berbuat baik terhadap tetangga sehingga aku mengira tetangga juga akan mendapatkan harta waris.” (HR Bukhari) terakhir Negara berkewajiban menanggung kebutuhan hidup warganya.
Bagaimana pola makan yang benar menurut Islam
Pola makan sehat dapat kita contoh dari Rasulullah, beliau makan tidak berlebihan seperti yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an Surat Al A’rat ayat 31 : “…makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan…”, Menghindari makanan yang haram baik dari segi zatnya (missal bangkai, khamar, babi, binatang buas, binatang bertaring, darah dsb) maupun haram dari segi prosesnya (missal makanan yang didapatkan dari hasil korupsi), makan dengan memperhatikan gizi dan pedoman banyaknya makanan yang dikonsumsi adalah perut akan diisi dengan 1/3 untuk makanan, 1/3 untuk minuman, dan 1/3 untuk udara/pernafasan.
Jika kita cermati sekarang banyak sekali beredar makanan yang kurang sehat, tidak sedikit makanan yang mengandung zat-zat yang berbahaya bagi tubuh dan yang paling mengkonsumsinya adalah anak-anak (produk cemilan/snack untuk anak). Jadi sangat perhatian untuk ibu-ibu mengontrol snack/makanan yang dikonsumsi. Bahan pengawet, pemanis buatan, dan penguat rasa sebaiknya dihindari. Sering perkenalkan kepada anak makanan sehat seperti buah dan sayur dan makanan yang dimasak dengan bahan-bahan alami.
Disinilah harusnya peran Negara sangat diperlukan untuk mengawasi peredaran makanan di pasaran, disamping itu masyarakat juga harus di pahamkan bagaimana cara memilih dan memilah makanan yang sehat. masalah gizi buruk/stunting tidak hanya masalah pemenuhan gizi yang mencukupi tetapi juga apa dan bagaimana mekanisme distribusi makanan itu sendiri, bagaimana pemahaman seorang pencari nafkah dan maindset dimasyarakat serta bagaimana layanan kesehatan saat ini. Semuanya saling berkaitan dan perlu dicari solusi secapatnya.
Permasalahan gizi buruk/stunting anak harus segera diatasi mengingat masa depan 10-20 tahun mendatang akan dipegang oleh mereka. Dan hanya di dalam Negara yang menerapkan syartiat islam lah masalah stunting ini dapat di tangani dengan baik, Negara akan memberikan perhatian khusus untuk masyarakat terkait masalah gizi buruk ini dengan menjamin ketersediaan makanan yang bergizi dan deteksi dini kurang gizi. Ketersediaan layanan kesehatan yang mudah di dapatkan oleh masyarakat, adanya jaminan pendidikan yang gratis bagi semua lapisan masyarakat sehingga semua kalangan lapisan masyarakat dapat merasakan pendidikan dan memperoleh pemahaman yang baik tentang pentingnya kesehatan dan pemenuhan gizi bagi anak-anak mereka.