Rabu, Juli 2, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Solusi Rekrutmen Pegawai Negara Tanpa Istilah Honorer

by matabanua
4 Juli 2022
in Opini
0

 

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\2 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Transformasi Polri dan Filosofi Kaizen

1 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Polri dan Nilai Ekonomi Keamanan

1 Juli 2025
Load More

Pemerintah memastikan akan menghapus tenaga honorer mulai 28 November 2023. Hal ini tertuang dalam surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan adanya keputusan itu maka Aparatur Sipil Negara (ASN) terdiri atas dua jenis antara lain PNS dan PPPK. Tenaga honorer akan dihapuskan dan diganti dengan sistem outsourcing. Meski begitu, masih ada kesempatan bagi tenaga honorer mengikuti tes CPNS. Tapi tentu tidak semua bisa lulus dalam tes tersebut (finance.detik.com, 05/06/2022).

Kebijakan pemerintah ini hanya berfokus menyelesaikan masalah penumpukan jumlah honorer agar tidak memberatkan tanggungan keuangan pemerintah pusat. Padahal bila dipraktikkan kebijakan ini akan berdampak ratusan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan, menimbulkan masalah sosial ekonomi dan bahkan berdampak pada masyarakat banyak.

Pada awalnya kebijakan rekrutmen tenaga honorer dikeluarkan sebagai upaya mengurangi pengangguran. Keuntungan lain pemerintah juga mendapatkan tenaga yang mau dibayar rendah karena mereka belum berpengalaman atau karena janji direkrut sebagai ASN. Namun, kebijakan yang awalnya dianggap solusi kini justru menjadi bumerang bagi penguasa. Keberadaan para tenaga honorer dianggap pengacau hitungan ASN. Bahkan, pernyataan sebelumnya tenaga honorer dituduh menjadi beban negara.

Tentu saja alasan-alasan yang diberikan justru menambah sakit hati rakyat. Rakyat harus berjuang sendiri memenuhi kebutuhannya. Sementara lapangan pekerjaan yang dijanjikan untuk rakyat tidak kunjung dipenuhi. Lapangan pekerjaan justru terbuka lebar untuk tenaga asing.

Inilah realita ketika rakyat hidup dalam kepemimpinan sistem sekularisme kapitalisme. Paham sekuler membuat manusia berdaulat atas sebuah hukum. Manusia bisa membuat, menjalankan, menghapus, maupun merevisi hukum sesuai dengan kepentingannya. Padahal, manusia adalah makhluk yang tidak pantas dan tidak layak membuat aturan sendiri untuk kehidupan mereka. Karena kemampuan mereka terbatas. Oleh karena itu, wajar jika tenaga honorer yang awalnya dianggap solusi kemudian dianggap sebagai beban.

Sekularisme juga melahirkan kepemimpinan bercorak kapitalisme. Kapitalisme adalah paham yang bersifat materialistis. Imbasnya, ketika sistem ini digunakan mengatur rakyat hubungan antara penguasa dan rakyat tidak ubahnya seperti pedagang dan pembeli. Rakyat hanya dipandang secara ekonomi, yakni untung dan rugi. Demikianlah, bukti kesekian kalinya kegagalan yang dipertontonkan sistem sekularisme kapitalisme dalam mengurus rakyat. Sistem ini tidak mampu menyejahterakan 400 ribu tenaga honorer, yang 120 ribu di antaranya adalah tenaga pendidik, 4 ribu tenaga kesehatan, dan 2 ribu penyuluh. Berdasarkan catatan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Kebijakan ini mengindikasikan lepas tangannya penguasa terhadap pengurusan rakyatnya. Kebobrokan ini semua harus kita ungkap dan tidak boleh hanya kita diamkan begitu saja.

Sangat berbeda dengan kebijakan sistem Khilafah yang mampu menyelesaikan masalah tersebut. Sistem Khilafah berdiri atas aqidah Islam. Seluruh aturan yang dikeluarkan akan didasarkan pada hukum syariat. Untuk masalah tenaga kerja dan lapangan pekerjaan, Islam mewajibkan negara menciptakan lapangan kerja bagi setiap orang yang mampu bekerja agar dapat memperoleh pekerjaan. Ini berkaitan dengan hadis Rasulullah Saw, beliau Saw bersabda, “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Aturan Islam begitu solutif bagi seluruh bidang kehidupan. Termasuk di dalamnya solutif bagi problematika manusia. Jika umat ingin menyelesaikan sederet problem yang menghantui kehidupan saat ini, butuh solusi yang sangat mendasar dan pasti benar, yakni berupa penerapan aturan-aturan Islam kaffah dalam naungan Khilafah. Karena agama Allah SWT adalah yang benar, dan kebenaran itu lebih berhak untuk diikuti.

Berbeda halnya dengan paradigma kepemimpinan dalam syariat Islam. Kemaslahatan umat menjadi kewajiban dalam sistem Islam. Maka aturan dalam syariat Islam menuntut penguasa untuk mewujudkan tanggung jawabnya sebagai pengurus umat. Jika saat ini kita menyaksikan banyak permasalahan yang justru melanda umat, hal itu disebabkan mereka tidak hidup dalam naungan Islam.

Dalam Khilafah, rekrutmen pegawai negara tanpa mengenal istilah honorer. Karena mereka direkrut sesuai kebutuhan rill negara. Negara akan menghitung jumlah pekerja yang diperlukan untuk menjalankan semua pekerjaan administratif maupun pelayanan dalam jumlah yang mencukupi. Seluruh pegawai yang bekerja pada Khilafah diatur sepenuhnya di bawah hukum ijarah atau kontrak kerja dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaan. Khilafah boleh mempekerjakan pekerja secara mutlak. Maksudnya, para pekerja boleh dari Muslim atau kafir dzimmi. Khilafah juga akan menjamin para pekerja mendapatkan perlakuan adil sesuai hukum syariat. Hak-hak mereka sebagai pegawai juga akan dilindungi oleh Khilafah.

Islam sebagai sebuah ideologi yang sahih memiliki cara-cara yang lengkap untuk mengatasi berbagai problem manusia. Sebab, Islam adalah agama dan prinsip yang akan memberikan solusi atas masalah yang akan muncul hingga akhir zaman, termasuk dalam masalah ini. Sebagai contoh pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, gaji para pegawai negara ada yang mencapai 300 dinar atau setara Rp114.750.000. Khilafah mampu menggaji dengan jumlah yang fantastis sebab sistem keuangan Khilafah berbasis Baitul Mal. Dalam Baitul Mal terdapat pos kepemilikan negara yang berpihak sumber dari harta fai, kharaj, jizyah, ghanimah, usyur dan sejenisnya. Dari pos ini Khilafah bisa mengalokasikan anggaran untuk gaji para pegawai negara.

Maka solusi tuntas terhadap permasalahan ini adalah mengembalikan peran negara sebagai pengurus urusan masyarakat. Semua keberhasilan dalam pendidikan itu bisa diulang kembali, bahkan bisa jauh melebihinya pada masa sekarang dan akan datang, yaitu ketika tegaknya kembali peradaban Islam di tengah-tengah kehidupan. Demikianlah, cara Khilafah menyelesaikan masalah tenaga honorer yang tidak akan mampu diselesaikan secara tuntas oleh sistem kapitalisme.[]

 

 

 

Tags: ASNCPNStenaga honorer
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA