JAKARTA – Pertamina berencana untuk memperketat penjualan BBM subsidi dengan mewajibkan masyarakat melakukan registrasi di website https://subsiditepat.mypertamina.id/ maupun aplikasi MyPertamina sebelum membeli.
Uji coba pembelian BBM subsidi menggunakan aplikasi dijadwalkan mulai 1 Juli 2022. Rencananya, uji coba dilakukan di beberapa kota/kabupaten yang tersebar di lima provinsi antara lain Sumatra Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta.
Dengan kebijakan ini, Pertamina berharap bisa membuat penyaluran BBM subsidi makin tepat sasaran. Sebab, data yang ada di aplikasi akan menunjukkan pembeli berhak mendapatkan BBM subsidi atau tidak.
Menurut Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution, kebijakan ini diharapkan bisa menurunkan konsumsi BBM subsidi hingga 10 persen di tahun ini. Hal itu sesuai ketentuan pembatasan pembelian BBM subsidi tertuang dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengkritik keras kebijakan yang disusun pemerintah dan Pertamina. Sebab, ia menilai ini cara halus atau tidak langsung untuk memaksa masyarakat menggunakan pertamax.
“Menurut saya tidak tepat dan sekarang pasti banyak yang keberatan karena ini seperti dipaksa beli pertamax, terutama kelas menengah yang rentan,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah ingin membuat subsidi BBM hanya dinikmati oleh masyarakat miskin tanpa memikirkan kelas menengah. Padahal, ada 115 juta orang kelas menengah yang sangat rentan di Indonesia.
Kelas menengah rentan ini juga dinilai perlu mendapatkan subsidi bukan dipaksa membeli pertamax. Terlebih, disparitas harga BBM subsidi dan non subsidi begitu jauh yang akan membuat pengeluaran membeli makin besar.
“Contohnya Pertamax dan Pertalite selisihnya Rp4.000 lebih per liter. Seharusnya, waktu selisih harga nya tidak jauh, baru diatur. Pendapatan masyarakat untuk membeli BBM bisa naik maka akan mengurangi belanja produksi lainnya. Ini mengkhawatirkan durable goods dan Fast Moving Consumer Goods akan terkuras,” jelasnya.
Kondisi ini dinilai bisa membuat pertumbuhan ekonomi yang tengah berjalan kembali tertahan. Untuk itu, ia berharap kebijakan ini kembali dipertimbangkan. “Jangan pelit subsidi, karena pemulihan ekonomi masih butuh suport pemerintah, lagipula APBN masih surplus,” kata Bhima.
Selain itu, ia menekankan sebelum memulai kebijakan ini seharusnya data penerima subsidi BBM diperbaiki. Sebab, penyaluran subsidi tepat sasaran paling efektif dilakukan jika datanya akurat. Jika tidak diperbaiki maka akan membuat celah orang kaya menikmati subsidi makin besar.
Masalahnya, sambung Bhima, data penerima subsidi itu belum siap. Imbasnya, penggunaan MyPertamina masih memberi celah untuk menjual BBM subsidi ke mereka yang tidak berhak. cnn/mb06