
Bangsa ini tengah melakukan langkah-langkah besar menuju peradaban yang lebih maju, lebih modern, dan lebih kompetitif. Tidak dapat dipungkiri, paling efektif mengawalinya menapaki dari yang sederhana. Yakni mulai dari rumah dan sekolah.
Suatu keluarga idealnya memiliki ayah, ibu, dan anak. Watak yang akan menjadi adonan dasar dari pribadi seorang manusia dibentuk dari rumah. Anak adalah sebuah kertas yang polos dan putih, maka orang tuanyalah yang bertanggung jawab untuk menjadikannya kepribadiannya baik atau buruk.
Kebersamaan dimulai dari rumah, kegiatan makan malam bersama, berdoa bersama, atau melakukan liburan bersama merupakan salah satu dari banyak kegiatan yang akan mendekatkan hubungan manusia dalam suatu keluarga. Keluarga modern memang kekurangan waktu dalam menjalankan kegiatan bersama-sama, namun hal ini masih dapat dilakukan.
Komunikasi adalah salah satu ciri terpenting dalam menjalankan hubungan yang harmonis dalam keluarga. Sering ditemui di sekolah bahwa seorang anak mengalami kesulitan menyesuaikan diri dalam lingkungan sekolah karena ia tidak mempunyai komunikasi yang baik dalam keluarga.
Hal yang paling gampang kita temukan adalah pola jajan anak yang konsumtif juga merupakan indikasi bahwa mereka tidak mendapatkan pola makan yang sehat di rumah yang kalau kita lihat ternyata buntutnya akan panjang. Semakin berkurangnya komunikasi pagi hari maupun siang hari yang dapat kita upayakan pada waktu keluarga melakukan kegiatan makan pagi atau siang bersama sampai kurangnya daya tahan anak sehingga mudah sakit.
Peran ibu yang masih mendominasi pembentukan watak seorang anak juga memegang kunci yang tidak kalah pentingnya. Sejak TK, SD, sampai dewasa, seorang anak bergantung pada ibu dalam memilih dan menjalankan suatu keputusan dalam hidupnya. Mulai dari yang terkecil sampai terbesar. Dari sekadar memilih lauk yang dimakan sampai menyodorkan ke anak pilihan dan kondisi yang dihadapi di keluarga, apabila ia kurang tertarik sampai ke pemilihan jurusan yang akan dipilih untuk kuliah atau pekerjaan yang akan dilakukan.
Peran Sekolah
Sekolah sebagai sarana pembangunan watak bangsa yang tidak kalah pentingnya dan sangat berperan. Tidak dapat dipungkiri sekolah merupakan tulang punggung negara dalam menjalankan peran mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sungguh mustahil untuk menisbikan peranan mendidik dari guru meskipun kenyataannya banyak orang menyangsikan kemampuan sekolah dalam mendidik generasi penerus bangsa belakangan ini. Hal ini juga yang sering mengusik hati nurani kita karena kita menaruh harapan besar akan adanya perubahan nasib bagi para siswa yang bersekolah, disadari ataupun tidak. Para orang tua menggantungkan harapan terbesarnya pada anak, melanjutkan impian mereka yang terkubur, dan meniti nasib yang lebih baik dari mereka.
Efek domino dari adanya generasi di mana guru adalah produk yang dihasilkan suatu angkatan yang sesungguhnya tidak menyukai pekerjaan sebagai guru atau mungkin masuk fakultas keguruan sebagai pilihan terakhir dirasakan generasi sekarang. Siswa maupun masyarakat yang menitipkan anak anaknya pada tangan sekolah merasakan akibat dari memiliki guru yang kurang menghayati kompetensi pendidikan.
Pada zaman sekarang ini, banyak guru yang katanya melanggar HAM karena melakukan kekerasan atau hukuman fisik terhadap suatu kelas akibat suatu kesalahan yang sepele. Namun, tidak dapat dipungkiri kenyataan di mana siswa juga melakukan hal-hal yang kurang berkenan di hati kita masyarakat mulai dari tindakan merokok di kelas, bolos, sampai tindakan pelanggaran hukum seperti pengeroyokan, pencurian, dan lainnya.
Sekolah menjadi tempat yang kurang dicintai oleh para anggota kelompoknya sendiri, mulai dari guru yang terseok-seok untuk memenuhi kompetensi kemampuan minimal (KKM) yang telah ditetapkan, banyaknya muatan pelajaran yang harus diberikan, kurangnya rasa tertarik siswa untuk belajar, rendahnya daya tangkap siswa, ditambah lagi minimnya fasilitas sekolah, rumah, dan lingkungan.
Kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki multiinteligent diabaikan, bahwa sekolah membentuk siswa baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor terabaikan.
Berbondong-bondong sekolah, guru dan siswa menyelenggarakan bimbingan belajar untuk lulus dengan mata pelajaran yang juga sudah ditentukan. Kenyataan bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki perbedaan juga diabaikan.
Sekolah seyogianya mampu menjadi agen perubahan di mana kenyataan hidup yang nantinya akan dialami oleh siswa mampu diantisipasi sehingga mereka berubah dari tidak siap menjadi siap, dari tidak mampu menjadi mampu. Muatan lokal sesungguhnya adalah inti dari telaah kebutuhan atau kenyataan dari suatu kondisi dalam masyarakat lokal sehingga nantinya siswa dapat membekali diri dengan hal-hal yang ditemukan, dikaji, dan dirumuskan sekolah dalam bentuk mulok keterampilan elektronika, pembuatan website, desain grafis, debat, atau seni.
Oleh karena itu, dari kesimpulan di atas, di tengah bergemuruhnya langkah langkah besar bangsa ini menuju peradaban yang lebih maju, lebih modern atau bahkan lebih kompetitif, mari kita awali tapakan kita dengan tapakan yang sederhana dimulai dari rumah dan sekolah. Rumah seyogianya menjadi tempat anak-anak, orang tua, ataupun anggota keluarga yang lain untuk saling memberi dan menerima. Mengasihi dan dikasihi. Membentuk dan dibentuk.
Orang tua adalah wakil Tuhan yang nyata di dunia ini. Menjadi orang tua efektif di tengah seramnya peradaban sekarang ini adalah kunci utama untuk anak berkembang seperti yang kita harapkan. Dengan keluarga, kita membentengi dan mengimunisasi anak-anak kita agar mampu belajar dan berkarya seperti yang kita harapkan.
Mari membangun masyarakat sekolah agar sekolah menjadi model kecil dari masyarakat kita. Masyarakat yang beradab, adil, dan sejahtera. Yang menerima dan mampu mengantispasi perubahan tanpa ada dusta di antara kita. Yang menerima kelebihan dan kekurangan siswa dan membentuknya menjadi lebih berkualitas tanpa melupakan perbedaan yang ada di antara mereka. Sekolah menjadi wujud dari sila kita yang ke lima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.