Di kalangan generasi muda memang tidak ada habisnya, berbagai hal yang terjadi di kalangan generasi penerus ini memang mempunyai banyak hal yang menarik untuk dibahas, salah satunya yaitu lifestyle (gaya hidup). Gaya hidup kawula muda saat ini akan banyak berpengaruh terhadap peran yang akan diberikan bagi bangsa dan negara kelak.
Istilah comfort zone atau yang secara bahasa berarti zona nyaman ini dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang telah merasa nyaman dalam rutinitas tertentu, yang relatif stabil, sehingga seseorang tersebut merasa tidak perlu untuk memulai sesuatu yang baru dan berbeda.
Jika kita mencoba melakukan penilaian keadaan generasi sekarang ini dengan seksama, maka seringkali kita diarahkan ke satu kesimpulan dimana saat ini pada mayoritasnya generasi muda (milenial) cendurung berada dalam rutinitas yang tidak berkesinambungan. Hal ini disebabkan oleh sikap tidak mau keluar dari zona nyaman (comfort zone) tersebut.
Salah seorang pakar psikologi A.K White dalam kajian behavioural psicology nya menyebutkan comfort zone (zona nyaman) adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa terbiasa dan nyaman karena mampu mengontrol lingkungannya. Dalam keadaan ini orang tersebut jarang merasa gelisah dan jarang merasa kesulitan,gangguan ataupun tekanan hidup yang menyebabkan stress.
Seseorang bisa dikatakan berada dalam zona nyaman bisa dilihat dari berbagai hal, secara gamblang contohnya ketika mempunyai keluarga yang berkecukupan secara finansial dan terpenuhi segala kebutuhan. Atau keadaan dimana orang tersebut merasa cukup menjadi ini dan tidak perlu ber ekspektasi yang lebih tinggi karena takut akan kegagalan.
Meskipun demikian, comfort zone tetaplah menjadi sebuah big problem di kalangan generasi muda Indonesia. Dikarenakan sebagai sebuah negara yang berkembang, Indonesia membutuhkan berbagai inovasi baru untuk bisa meraih kemajuan yang lebih nyata. Nah, hal inilah yang diharapkan dari para generasi muda atau generasi milenial ini untuk ikut andil dalam memajukan bangsa.
Dalam Indeks Inovasi Global yang dibuat oleh The World Intelectual Property Organization (WIPO) Indonesia berada pada peringkat 87 dari 132 Negara. Mirisnya, Indonesia berada di bawah negara-negara seperti Myamnar, Filipina bahkan Mongolia. Dimana dari 81 indikator penilaian salah satu nya adalah indikator inovasi pendidikan generasi muda dan Perguruan tinggi.
Ini menunjukan mayoritas masyarakat Indonesia tidak mampu berinovasi lebih, dalam memikirkan usaha-usaha baru untuk memajukan bangsa ini. Tentu terkhusus dan paling intens ditujukan untuk generasi milenial. Mengingat anak-anak muda milenial inilah yang mempunyai pemikiran-pemikiran segar, kontruktif dan inovatif..
Dari paradigma yang lain, ketika Indonesia berada dalam kancah Internasional, salah satu hal yang sering di tunjukan kepada dunia luar adalah kehebatan Indonesia dalam budaya dan kesenian. Atau yang bisa disebut kemampuan bernyanyi dan menari. Namun, apakah kelebihan kita hanya disitu saja.
Itu bisa kita lihat dalam program-program Internasional yang ditujukan untuk generasi muda seperti pertukaran pelajar, beasiswa kuliah di luar negeri maupun yang lainnya salah persyaratannya adalah menguasai kesenian dan budaya Indonesia, serta dapat menunjukan nya pada Negara lain.
Hal ini sebetulnya merupakan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia yang dinilai mempunyai kelebihan dalam bidang tersebut. Namun, yang perlu kita sadari adalah untuk bisa mencapai kemajuan sebagai bangsa, kemampuan kesenian, budaya dan olahraga saja tidaklah cukup.
Tidak banyak yang berfikir, bahwa kemajuan sebuah bangsa diukur salah satunya dari tingkat literatur dan pemikiran. Dimana kita harus bisa menunjukan kepada dunia bahwasannya Indonesia bisa menjadi negara yang bersaing bahkan melampaui dalam hal pemikiran. Bukan hanya sebagai sebuah Negara yang pandai menari dan bernyanyi.
Namun, hal yang terjadi saat ini justru sebaliknya, ukuran kemajuan bagi generasi milenial kita adalah ketika berada dalam keadaan cukup segala kebutuhan dan gaya hidup serta memiliki materi finansial yang baik. Tidak banyak yang mau berpikir bahwa kemajuan adalah ketika kita dapat berinovasi dan memberikan manfaat untuk masyarakat, bangsa dan negara
Sebuah inovasi dan pemikiran bisa didapatkan ketika seseorang mau mencari tau. Budaya mencari tau inilah yang harus kita geliatkan, salah satu dengan literasi atau membaca. Akan tetapi, berdasarkan survei yang dilakukan Program For International Student Assesment (PISA) 2019 Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 Negara atau 10 terendah dalam tingkat minat baca Internasional.
Bagaimana kita bisa menujukan kepada bangsa lain, bahwasannya kita juga mampu bersaing dalam berinovasi jika anak-anak muda Indonesia tidak mempunyai budaya mencari tau tersebut. Yang disebabkan oleh anak-anak muda kita tidak mau keluar dari zona nyamannya. Banyak anak-anak muda sekarang yang berfikir untuk sekedar “menikmati” masa mudanya.
Maka sikap kapitalisme, hedonisme dan tentu saja individualisme akan selalu melekat dalam pribadi-pribadi anak muda yang tidak mau keluar dari zona nyaman ini. Tentu semua masalah di atas disebabkan oleh tidak ada nya kemauan generasi muda untuk mengambil resiko dan terbuai dalam comfort zone nya masing-masing.
Satu lagi akibat dari enggan nya sesorang keluar dari zona nyaman adalah kurang nya kemampuan problem solving atau kemampuan dalam menyelesaikan masalah. Dikarenakan terbiasa dalam lingkungan yang tanpa masalah atau lingkungan yang membuat seseorang merasa terlindungi dalam menghadapi masalah.
Ini dapat kita lihat dimana dalam kejuaraan sains dan teknologi Indonesia tidaklah kalah, seringkali Indonesia dapat memenangkan kejuaraan tersebut secara materi. Namun ketika ditanya soal pengimplementasian kemajuan sains itu sendiri Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara berkembang lainnya.
Salah satu contoh kasus yang dapat kita lihat dalam permasalahan ini adalah minat pelajar atau mahasiswa Indonesia yang terlibat dalam aktivitas inovatif seperti berorganisasi,ikut unit kegiatan karya,teknologi dan seni serta unit kegiatan lainnya diluar pendidikan formal sangatlah rendah dari total seluruh pelajar di Indonesia.
Ini disebabkan tidak adanya kesadaran bahwa perlunya untuk berkarya dan ber inovasi di luar pendidikan formal. Mereka menganggap bahwasannya berkontribusi untuk hal diluar pendidikan formal merupakan hal yang sia-sia dan mempunyai “resiko” untuk zona nyaman mereka yaitu pendidikan formal itu sendiri.
Seterusnya satu lagi akibat dari terbuai dalam zona nyaman ini adalah lahirnya perilaku komsumtif dari kalangan muda yang juga turut memperparah keadaan, dimana anggapan menikmati sesuatu yang instan dan telah jadi lebih baik ketimbang membuat sesuatu yang baru atau produktif. tentu saja ini bukan ciri dari generasi pembawa perubahan.
Kesimpulanya hal inilah yang menjadi Pekerjaan Rumah bagi kita. Dimana, dalam peradaban kedepan yang diperlukan oleh bangsa ini adalah kemampuan ber inovasi dan berfikir. Dimasa yang akan datang kemampuan manusia dalam hal teknis akan digantikan oleh mesin dan robot. Maka, manusia yang mempunyai nilai lebih nantinya adalah manusia yang memiliki pemikiran-pemikiran filosof, modern dan konstruktif.
Jadi, Indonesia akan tertinggal jika generasi muda nya tidak mau melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam berfikir dan berbuat. Tentu saja, disebabkan oleh kecenderungan anak-anak muda kita yang terbuai oleh zona nyaman (comfort zone) nya masing-masing. Maka dari itu, Indonesia harus mulai membenahi generasi nya saat ini untuk kemajuan di masa yang akan datang.