Kamis, Juli 10, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Kontestasi Politik 2024 dan Partisipasi Umat Islam

by matabanua
22 Juni 2022
in Opini
0
D:\Data\Juni 2022\2306\8\8\isa ismail.jpg
Oleh: Isa ismail, [Ketua bidang PPPA HMI Komisariat (P) STAIPIQ Sumatera Barat]

“Argumen umat yang tertuju pada tokoh agama agar tidak terjun ke dunia perpolitikan. Disebabkan berpolitik itu kotor, lantaran banyaknya perilaku politisi dan perilaku politik yang terkadang jauh dari kaidah-kaidah politik dan norma-norma islam, ialah argumen yang harus kubur hidup-hidup. Sebab, tokoh agama adalah penjaga moralitas dan pemberi uswah dalam berperilaku, begitupun dengan berpolitik. Bukanlah hal mustahil bagi tokoh agamawan menjadi tokoh politik dalam waktu bersamaan, teruntuk menggapai cita-cita politik islam”.

Jika seandainya, saya kembali melihat lanskap politik islam di Indonesia masa lampau, saya tidak sanggup. Begitu ironis dan menkhawatirkan, sejak masa kemerdekaan hingga detik ini, umat islam selalu termarjinalisasikan secara politik. Umat Islam hanya bisa berbangga dengan statistik tanpa wujud kekuatan yang begitu nyata. Mentalitas islam menjadi tipikal minoritas, lantaran secara politik dan ekonomi selalu menjadi penonton panggung kekuasaan. Umat islam tidak bisa menggapai cita-cita politiknya.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\10 Juli 2025\8\Trubus Rahardiansah.jpg

Temuan Rekening Judol dan Keseriusan Pemerintah Prabowo Jaga Integritas Bansos

9 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\10 Juli 2025\8\Fajar Riza Ul Haq.jpg

Yang Baru di Tahun Ajaran Baru: Urgensi dan Relevansi

9 Juli 2025
Load More

Sebetulnya, cita-cita politik islam memang bukanlah suatu hal yang mudah untuk digapai. Masyarakat Adil Makmur, tentu untuk menggapai cita-cita ini diperlukan usaha-usaha seperti penyelesaian kemiskinan, HAM, korupsi, kolusi, nepotisme, intoleransi dan diskriminasi serta berbagai permasalahan yang membuat krisis keumatan dan kebangsaan. Tidak hanya itu, untuk mewujudkan semua itu, umat islam, partai-partai islam, tokoh-tokoh berpengaruh islam, harus turun gunung mengikuti kontestasi politik 2024 mendatang.

Islam dan Politik

Argumen yang tertuju kepada tokoh agama oleh beberapa kalangan agar tidak berpolitik, sebetulnya bukanlah suatu argumen yang dapat ditolak mentah-mentah. Tujuannya hanyalah agar kesucian, keluhuran moral dan tugas mulia tokoh agama tetap terjaga dari kubangan politik. Namun, berpolitik adalah suatu hal yang vital, berpolitik dan berdakwah bagi tokoh agama bagaikan dua sisi mata uang, sama pentingnya.

Bahkan, dalam sejarah islam juga telah tercatat, setelah Rasulullah SAW wafat, persoalan yang mucul pertama kali adalah persoalan politis. Persoalan yang terjadi antara kaum muhajirin dan kaum anshar, dengan melewati persoalan yang panjang, hingga terpilihlah Abu Bakar As-shidiq sebagai Khulafaur Rasyidin, sebagai pelopor kebenaran setelah Rasulullah SAW wafat. Seharusnya ini telah bisa menjadi landasan agar tokoh agama bersemangat untuk berpolitik.

Teringat ungkapan K.H.A Wahab Hasbullah yang menganalogikan, jika seandainya seseorang bisa memisahkan gula dari manisnya, tentu ia akan bisa memisahkan antara islam dan politik. Barangkali jika dicermati lebih dalam lagi, pemisahan gula dengan manisnya adalah suatu hal yang mustahil. Singkatnya, seseorang yang beragama islam tentu harus berpolitik.

Saya sadar, selain agama cinta dan kasih sayang, agama spritual dan ritual, agama budaya dan peradaban, agama kemanusian, islam juga agama politik. Dengan berpolitiklah islam menentang dan menantang kekuasaan yang jauh dari nilai-nilai islam itu sendiri. Islam akan menjadi pembangkang penguasa, penguasa yang korup, otoriter dan penguasa sekuler. Penguasa yang melayani kebutuhan pribadi dan hanya segelintir orang saja.

Kegagalan dalam Berpolitik

Sebetulnya rekam jejak islam dalam berpolitik tidaklah begitu membanggakan, islam terkesan gagal dalam berpolitik dan tidak berpengaruh besar dalam ranah perpolitikan. Selanjutnya, menilik penyebab-penyebab gagalnya islam dalam berpolitik, setidaknya tampak jelas dari penjelasan Dale F.Eickleman dan James Piccatory dalam Muslim Politic (1996). Pertama, kecenderungan umat islam yang beranggapan islam sebagai doktrin final. Sehingga, beranggapan tidak perlu reinterpretasi. Hasilnya, islam terkesan gagap bersentuhan dengan modernitas, sekularisme, HAM dan sebagainya.

Kedua, islam tidak terlalu banyak memberikan dasar-dasar yang jelas sebagai pengarah dalam berpolitik. Praktik politik islam saat ini selalu diklaim sebagai “politik khas islam”. Padahal hanya modifikasi dari berbagai sistem politik yang sudah ada. Ditambah lagi, umat islam yang berpolitik saat ini nyaris selalu identik dengan agenda pendirian negara islam, tentu hal ini berkonotasi pada radikalisme dan terorisme, sungguh ironis, miris dan menkhawatirkan.

Selanjutnya, kegagalan islam dalam ranah perpolitikan setidaknya juga dilatar belakangi oleh umat islam itu sendiri. Kegagalan tersebut setidaknya dapat ditilik dari masalah berikut. Pertama, partai-partai islam enggan melakukan koalisi, hal ini akan berdampak langsung pada kesulitannya partai islam membangun basis massa yang kuat, untuk keluar jadi jagoan dalam kontestasi politik.

Kedua, tergerusnya citra islam oleh partai islam maupun figur-figur islam yang terjerat kasus korupsi. Sebetulnya partai islam ataupun bukan, figur islam ataupun bukan, asalkan sudah terbukti terjerat sebuah kasus penyelewengan kekuasaan, tentu akan berpengaruh pada elektabilitasnya. Ketiga, pemilih dari kalangan umat islam sudah tidak teguh lagi dengan keimanannya, agama tidak lagi menjadi acuan utama dalam menjatuhkan pilihan politik. Singkatnya, memilih pemimpin, tidak lagi berlandaskan agama namun berlandaskan seberapa uang masuk ke dalam kantong celana.

Partisipasi Umat Islam

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan hari Rabu 14 Februari 2024 sebagai hari dilaksanakannya PEMILU. Kontestasi politik 2024 sudah mulai digaungkan. Meskipun masih 2 tahun lagi, namun hiruk pikuknya sudah sangat terasa, manuver politik sejumlah pihak sudah terlihat jelas, dan calon-calon yang diunggulkan telah mulai bermunculan, begitupun dengan para pendukungnya, hingga beberapa partai telah membentuk koalisi.

Oleh sebab itu, mengingat pentingnya berpolitik bagi umat islam. Juga mempertimbangkan kontestasi politik 2024 sudah semakin di depan mata. Perlu rasanya kita umat islam, juga ikut serta berpartisipasi secara maksimal dalam kontestasi politik 2024, sudah saatnya partai-partai islam berkoalisi, figur-figur besar islam di Indonesia turun gunung, ikut serta bertarung dalam kontestasi politik mendatang.

Figur-figur berpengaruh islam harus memiliki spirit kemajuan untuk mendorong umat islam dalam mendobrak perubahan ini, tidak boleh berpangku tangan dan hanya sekadar menjadi penonton hiruk-pikuk dampak dari kenistaan politik selama ini. Ketidakpedulian figur besar islam perihal politik, berarti sama saja tidak mau menggugurkan lahirnya krisis kemanusiaan dan disorientasi pada rakyat kecil.

Selanjutnya, sedari dini umat islam harus mulai membangun semangat kerja sama, mendorong, menyokong figur-figur besar islam. Hingga membentuk jaringan di berbagai lapisan, baik itu buruh, petani, nelayan, jamaah pengajian, majelis ta’lim. Serta juga melalui institusi keagamaan seperti pesantren, masjid, surau dan sebagainya. Secara gamblang, seluruh umat islam harus ikut berpartisipasi memenangkan jagoan-jagoan islam pada kontestasi politik 2024 mendatang.

Harapannya, dengan turun gunungnya figur-figur islam atau tokoh agama dalam kontestasi politik 2024 mendatang, semoga dapat memonitor kepentingan publik secara menyeluruh, nilai-nilai islam menjadi landasan dalam pengambil keputusan atau kebijakan, serta mampu mengawal aspirasi-aspirasi kerakyatan untuk kemaslahatan. Singkatnya, Rakyat Indonesia secara keseluruhan tidak galau lagi memikirkan krisis-krisis yang belum terselesaikan. Terakhir, dengan adanya keikut sertaan figur-figur besar islam dalam mengurus politik, umat islam tidak menjadi korban politik lagi di Indonesia. Amiin Ya Rabbal a’lamiin.

 

 

Tags: Isa ismailKetua bidang PPPA HMI Komisariat (P) STAIPIQ Sumatera Barat Islam dan PolitikKPUUmat Islam
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA