
BANJARMASIN – Status sekolah favorit alias unggulan memang sudah dihapus oleh pemerintah pusat melalui kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan membagi jatah atau kuota di setiap sekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan danebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 tahun 2019 itu dikeluarkan sebagai upaya pemerataan kualitas pendidikan di setiap daerah, sehingga status sekolah unggulan atau favorit pun akhirnya dihilangkan. Namun, upaya pemerataan kualitas pendidikan tersebut belum terjadi secara menyeluruh di Kota Banjarmasin.
Menurut pengamat pendidikan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Reja Fahlevi, masih melekatnya stigma sekolah favorit atau sekolah unggulan pada masyarakat perkotaan, khususnya di Kota Banjarmasin ini merupakan masalah klasik, yang setiap tahunnya akan terus terjadi.
Reja menilai, hal itu dikarenakan masih tidak meratanya kualitas pendidikan di Kota Banjarmasin, terutama pada aspek sarana dan prasarana (sarpras) di sekolah. Perbedaan kualitas sarpras itu, sangat nampak pada sekolah-sekolah di kota ini.
“Yang paling menonjol itu antara sekolah di tengah kota dengan sekolah yang ada di pinggiran kota,” ucapnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (21/6) siang.
Ia membeberkan, dari segi fisik bangunan saja, sudah pasti nampak perbedaannya. Kemudian dari segi kuantitas guru, dari sisi sarpras, lapangan, kelas, sampai fasilitas instrumen yang menunjang pembelajaran seperti Laboratorium.
Alhasil, proses pemerataan kualitas pendidikan belum terjadi di Banjarmasin. Walaupun, menurutnya, sudah ada upaya untuk menuju pemerataan kualitas dan kuantitas pendidikan.
“Makanya lantaran terpaku dengan hal tersebut (kualitas sarpras yang dimiliki sekolah), sehingga membuat para orangtua berlomba-lomba untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah yang ada di tengah kota,” jelasnya.
Stigma sekolah unggulan pun, tidak akan hilang dari pola pikir masyarakat jika pemerataan itu belum terjadi.
“Yang sekarang dilakukan hanya sebatas pemerataan kualitas SDM (guru). Seharusnya pemerintah juga harus menunjang dengan pemerataan sarpras di sekolah. Hal itu masih menjadi PR bagi pemerintah daerah,” ujar Dosen Program Studi PPKn, FKIP ULM tersebut.
Selain itu, alasan orangtua begitu tertarik menyekolahkan anakya di sekolah tengah kota, adalah lantaran sekolah yang dianggap favorit tersebut memiliki sarpras yang lengkap untuk menunjang prestasi yang dimiliki anaknya. Baik dari sisi akademik, maupun nonakademik.
“Misalkan saya ini adalah atlet olahraga futsal, dan saya melihat futsal di SMPN 1 memiliki prestasi yang bagus, lapangannya besar dan juga ada ekstra kurikulernya. Tentu saya akan memilih sekolah tersebut. Dibandingkan sekolah yang ada di pinggiran,” pungkasnya.
Terpisah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMPN 32 Banjarmasin Agus Widodo mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, pihaknya sudah tidak lagi membuka pendaftaran siswa baru dengan jalur prestasi.
“Karena, beberapa kali dibuka, pendaftar pun juga tidak ada,” katanya saat ditemui awak media di sela melayani pendaftaran siswa baru, Senin (20/6) siang.
Ia menjelaskan, siswa yang mendaftar jalur prestasi lebih memilih sekolah yang ada di tengah kota. Misalnya SMP Negeri yang ada di kawasan Jalan Mulawarman, Kecamatan Banjarmasin Tengah.
Karena itu, Agus mengaku pihaknya hanya membuka dua jalur pendaftaran siswa baru yakni afirmasi dan zonasi. dwi