
Akhir tahun 2020 ditutup dengan sederet kenaikan harga-harga komoditas di pasar global. Sebut saja harga batu bara yang dirilis oleh World Bank mencapai 83,03 $/mt pada Desember 2020. Meskipun kondisi pandemi covid-19 pada masa itu masih menunjukkan kurva yang menanjak, namun harga batu bara terus mengukir sejarah juga dengan kurva yang semakin meningkat. World Bank juga mencatat harga batu bara telah menembus di atas 200 atau tepatnya sekitar 224,51 $/mt pada November 2021. Hingga saat ini, harga komoditas ekspor utama Kalimantan Selatan ini masih mengukir sejarah.
Komoditas lainnya di pasar global yang juga meroket harganya di tengah pandemi adalah palm oil. Sejak akhir 2020 harga komoditas ini juga terus meningkat dan sempat menyebabkan naiknya harga minyak goreng yang mengerek ke atas inflasi nasional termasuk di Kalimantan Selatan. Komoditas dengan kode Harmonyzed System (HS) 15 ini merupakan komoditas penyumbang ekspor Kalimantan Selatan terbesar kedua setelah batu bara.
Kenaikan barang-barang yang merupakan basis komoditas ekspor Kalsel ini diterjemahkan dalam neraca perdagangan Kalsel yang mengalami surplus sangat signifikan. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan mencatat surplus neraca perdagangan pada November 2021 menembus lebih dari 1 miliar atau tepatnya 1,09 miliar US $. Terbaru, pada posisi Mei 2022 neraca perdagangan Kalimantan Selatan juga masih berada di atas 1 miliar US $ (1,24 miliar US $). Besaran neraca perdagangan Kalimantan Selatan pada kondisi moderat biasanya berada pada kisaran separuhnya saja. Sebut saja pada Desember 2019 neraca perdagangan Kalsel hanya surplus sebesar 543 juta US$. Surplus neraca perdagangan Kalimantan Selatan naik hingga dua kali lipat.
Pertanyaannya adalah, kemana sebaiknya menggunakan surplus neraca perdagangan yang melimpah tersebut? Tidak berlebihan kiranya apabila pemerintah mengalokasikan perhatian prioritas kepada modal sumber daya manusia. Tujuan dari pembangunan di suatu wilayah adalah masyarakat yang adil dan makmur. Channel yang dapat dilalui untuk mencapainya adalah masyarakat yang sehat dan pendidikan yang memadai. Evaluasi terhadap dua dimensi ini dapat dilakukan dengan melihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Pada saat ini, usia harapan hidup yang merupakan indikator pada dimensi kesehatan di Kalimantan Selatan mencapai 68,83 tahun artinya secara rata-rata bayi yang lahir pada tahun 2021 di Kalsel memiliki peluang untuk bertahan hidup sampai dengan 68,83 tahun. Untuk dimensi pendidikan terdapat dua indikator yaitu rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Rata-rata Lama Sekolah Kalsel tahun 2021 sebesar 8,34 artinya secara rata-rata penduduk Kalsel usia 25 tahun ke atas telah menempuh pendidikan selama 8,34 tahun atau sudah selesai kelas VIII / menjalani kelas IX). Harapan Lama Sekolah Kalsel tahun 2021 sebesar 12,81 artinya secara rata-rata anak usia 7 tahun yang masuk jenjang Pendidikan formal di Kalsel pada tahun 2021 memiliki peluang untuk bersekolah selama 12,81 tahun (setara Diploma 1). Pemerintah tentunya tidak mencukupkan target capaian dua dimensi ini hingga disini saja, mengingat posisi IPM Kalsel di kancah nasional cuma unggul pada desimal kedua dari provinsi tetangga yaitu Provinsi Kalimantan Tengah. Indeks Pembangunan Manusia Kalsel tahun 2021 telah mencapai 71,28 sedangkan IPM Kalteng mencapai 71,25. Selain itu, IPM Kalsel juga masih berada di bawah rata-rata nasional sebesar 72,29.
Menfokuskan pada dimensi pendidikan, terdapat fakta lain yang juga perlu mendapat perhatian. Dari sisi ketenagakerjaan, mayoritas tenaga kerja di Kalsel berpendidikan SD ke bawah. Terdapat 41,46 persen (Februari 2022) tenaga kerja di Kalsel yang berpendidikan SD ke bawah. Tak heran jika status pekerja di Kalsel dominannya (56,35 persen) merupakan pekerja informal. Status pekerja informal merupakan ciri khas bahwa sektor ekonomi yang digelutinya sangat rentan gulung tikar apabila terjadi gejolak atau shock.
Pendidikan merupakan booster untuk kesejahteraan. Pendidikan juga dapat mensupport digitalisasi ekonomi yang semakin hari semakin massif gaungnya membersamai era pandemi. Kembali lagi pada momentum commodity boom, harapannya pendapatan negara yang diperoleh dari muara kenaikan harga-harga komoditas ini dapat mengalir terlebih untuk human capital dengan investasi pada dunia pendidikan.