JAKARTA – Sejumlah ibu rumah tangga (IRT) merespons negatif rencana pemerintah mengenakan cukai terhadap detergen. Pasalnya, kebijakan itu akan menaikkan harga deterjen.
Debora misalnya, warga Tangerang yang mengaku tak setuju dengan wacana tersebut. Kenaikan harga detergen disebut akan menambah biaya operasional rumah tangga yang sudah terbebani dengan kenaikan bahan baku lainnya.
“Naiknya bahan baku yang lain saja sudah cukup membuat kami IRT (ibu rumah tangga) berpikir keras ya perihal alokasi keuangan dapur. Apalagi detergen juga yang notabenenya termasuk salah satu kebutuhan pokok. Aduh, makin pusing sih pastinya,” ujar Debora.
Senada, seorang warga Dumai, Linda, juga mengaku tak setuju dengan penerapan cukai detergen jika berujung menaikkan harga. Namun, bila harga detergen tetap harus naik, maka ia meminta kenaikan harga tidak terlalu tinggi.
“Kalau kita emak-emak ini, jangan lah pakai pajak cukai segala. Kalau pun naik harga jangan terlalu tinggi lah karena semua bahan-bahan sembako sudah naik seperti bawang merah, cabai merah,” ujar Linda.
Linda biasanya menghabiskan sekitar 1 kg per bulan. Biaya yang dikeluarkan sekitar Rp23 ribu.
Tak jauh berbeda, Marni warga Medan mengatakan harga detergen akan semakin membebani keuangan keluarga. Apalagi kenaikan harga tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan.
“Tidak setuju karena ibu-ibu keberatan barang naik berhubung karena pendapatan tidak naik tapi pembelian naik,” ujar Marni.
Marni yang merupakan pedagang warung biasanya menjual 1 dus detergen seharga Rp150 ribu selama seminggu. Ia khawatir penerapan cukai pada detergen dapat menaikkan harga dan menurunkan daya beli masyarakat.
Penolakan terhadap cukai pajak juga disampaikan oleh Endang warga Medan dan Yusna warga Palembang. Keduanya mengatakan kenaikan harga detergen akan menyulitkan rakyat di tengah naiknya bahan baku lain.
Sebelumnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengkaji rencana pengenaan cukai pada beberapa komoditas sehari-hari. Mulai dari bahan bakar minyak (BBM), ban karet, hingga detergen dalam rangka mengurangi ngkat konsumsi masyarakat.
“Yang sedang kita kaji beberapa konteks ke depan dalam hal pengendalian konsumsi adalah seperti BBM, ban karet dan detergen,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam rapat dengan Bagian Anggaran DPR RI di Jakarta.
Febrio menjelaskan hal tersebut akan dilakukan karena potensi penerimaan negara dari sisi kepabeanan dan cukai masih dapat dioptimalkan melalui ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).
Sementara untuk saat ini, Febrio menyebutkan penerimaan cukai masih didominasi oleh hasil tembakau dan baru ada tiga barang yang kena cukai yaitu hasil tembakau, MMEA dan etil alkohol.
“Untuk kepabeanan dan cukai ini didominasi oleh penerimaan cukai hasil tembakau. Nah BKC termasuk yang exist adalah hasil tembakau, MMEA dan etil alkhol,” jelas Febrio.
Di sisi lain, Febrio tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai waktu akan diberlakukannya pengenaan cukai terhadap BBM, ban karet dan detergen. cnn/dtc/mb06