
Pandemi Covid-19 memang telah berakhir. Namun, recovery masih berlangsung. Saat ini, masih banyak rakyat yang terpuruk secara ekonomi. Mulai dari harga bahan pokok yang selalu naik, tarif listrik naik, PDAM naik, bahkan baru-baru ini pemerintah berencana menaikkan harga BBM lagi.
Disisi lain, selama pandemi, jumlah kekayaan pejabat banyak yang meningkat ditengah sejumlah BUMN yang bermasalah. Ada yang terlilit utang puluhan triliun, seperti PLN, Garuda, dll. Ada yang mengalami kerugian ratusan triliun, seperti pertamina. Pada saat yang sama, korupsi makin tak terkendali namun tak diadili dengan benar. (10/06/2022, buletinkaffah.id )
Mirisnya, saat kondisi rakyat yang masih sekarat, para penggawa parpol sudah berisik perihal capres dan cawapres. Mereka melakukan konsolidasi sejak dini. Safari dan anjangsana politik menjadi agenda parpol sebagai pemanasan menyambut perhelatan akbar pilpres 2024.
Meski pemilu masih dua tahun lagi, persaingan antartokoh politik sudah terjadi. Demi memenangkan pertarungan di pilpres 2024, banyak pejabat dan politisi yang sudah mulai tampak sibuk bermanuver. Mereka berlomba untuk menampilkan profil dan pesona terbaiknya.
Bicara kepemimpinan dalam sistem demokerasi sekuler seperti saat ini, kekuasaan benar-benar telah menimbulkan fitnah. Banyak orang berlomba-lomba meraih atau mempertahankan kekuasaan. Segala cara ditempuh, tidak peduli apakah itu halal atau haram. Saat berkuasa atau memegang jabatan, kekuasaan dan jabatan itu pun dijalankan tidak dengan amanah tetapi justru dijadikan sebagai alat untuk kepentingan sendiri dan golongan elit.
Sistem sekuler demokerasi yang diterapkan dinegeri ini menjadikan orang berambisi terhadap kekuasaan. Menduduki jabatan hanya untuk mengejar sesuatu yang sifatnya materialistik. Saat butuh suara rakyat, mereka mendekat. Saat terpilih dan menang, mereka melupakan rakyat. Kebijakan selalu berpihak pada kepentingan para pemilik modal.
Dalam Islam, perkara kepemimpinan menjadi urusan penting karena dari sinilah bala ataupun berkah itu terjadi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan dalam karyanya, As-Siyasah Asy-Syar’iyah tentang kriteria pemimpin yang baik, “Selayaknya untuk diketahui siapakah orang yang paling layak untk posisi setiap jabatan karena kepemimpinan yang ideal itu memiliki dua sifat dasar, yaitu kuat (mampu) dan amanah.”
Mengemban amanah kepemimpinan itu tidak semudah mengucap, tidak pula sekedar tebar pesona ke rakyat. Sikap amanah pemimpin dapat terlihat dari tatacaranya dalam mengurusi rakyatnya sesuai dengan perintah-Nya. Pemimpin yang amanah tidak akan membiarkan berlakunya sistem kufur, seperti sistem demokerasi yang bertentangan dengan Islam. Ia tidak akan mengeluarkan kebijaka-kebijakan yang tidak berpihak pada Islam dan kaum muslim.
Pemimpin yang kuat adalah mereka yang tidak akan pernah tersandera oleh kepentingan partai, golongan, apalagi menjadi abdi kapitalisme. Mereka adalah pemimpin (penguasa) muslim luar biasa yang benar-benar menerapkan syariah Islam secara totalitas dalam sebuah institusi daulah Islam. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh khulafaur rasyidin pada masa silam yang jejaknya masih bisa kita pelajari dimasa kini.
Karena sejatinya, esensi dari politik dan kepemimpinan Islam ialah pengurusan rakyat dengan melaksanakan syariat Islam kaffah. Tentunya, hanya bisa diraih dalam institusi yang shohih, dimana tidak akan ada konflik kepentingan atau politik transaksional. Kehadiran penguasa hanyalah untuk menjalankan hukum Allah dan memutuskan perkara dengan hukum Islam bukan yang lain. Wallahu’alam bishawab.