
BANJARMASIN – Saksi mahkota Maliki, yang dihadirkan bersama Fakhariadi dan Marhaini dalam sidang kasus dugaan gratifikasi fee proyek di Kabupaten HSU dengan terdakwa Abdul Wahid di PN Tipikor Banjarmasin, Senin (13/6), memberikan pengakuan blak-blakan. Ia mengatakan, selain menyerahkan uang kepada bupati juga kepada oknum Kejati Kalsel bernama Syahrul.
Menurut Maliki, selama dirinya menjabat Plt Kadis PUPR ada menyerahkan uang kepada terdakwa Abdul Wahid sebesar Rp 500 juta.
Uang sebanyak itu diperolehnya dengan menjual mobil dan dari pinjaman, dengan harapan jabatannya didefinitifkan.
Namun, lanjut dia, kenyataannya tidak juga didefinitifkan oleh bupati, meski telah menjabat Plt Kadis PUPR HSU mulai tahun 2017.
Menurut Maliki, selama tahun 2017 itu ia menyerahkan uang komitmen fee proyek kepada terdakwa lebih dari Rp 2 miliar. Kemudian, pada tahun 2019, bupati minta komitmen fee proyek 13 persen. Dan, itu berlanjut hingga kasusnya terungkap oleh KPK dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang mengamankan dirinya bersama Fakhriadi dan Marhaini (keduanya selaku kontraktor).
Fakriadi dan Marhaini sendiri mengaku pernah memberikan uang fee proyek, yang mereka serahkan kepada Maliki untuk Bupati Abdul Wahid sebesar Rp 240 juta.
“Pertama Rp 70 juta, yang kedua Rp 170 juta, dan masih ada sisanya,” aku Marhaini.
Dalam persidangan dipimpin Ketua Majelis Hakim Yusriansyah SH MH, yang berlangsung hingga tadi malam, Maliki juga mengatakan bahwa dirinya pernah melapor kepada Bupati Abdul Wahid bahwa ada masalah dengan oknum Kejaksaan.
“Oleh bupati kita disuruh menyelesaikan, hingga akhirnya saya menyerahkan uang sebesar Rp 300 juta kepada (oknum kejaksaan) Syahrul, agar permasalahan yang kami alami selesai,” aku Maliki.
Ketika ditanya JPU Tito Zailani SH permasalahan dengan oknum kejaksaan tersebut, Maliki menjelaskan, terkait kasus lama.
“Pada tahun 2013 ada permasalahan pekerjaan yang ditangani pihak Polda Kalsel, namun kasusnya tidak pernah p21, dan kemudian diungkap oleh Syahrul karena saya dalam berkas itu sebagai saksi,” beber Maliki.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Maliki mengaku dirinya dimintai uang Rp 300 juta.
Ketika ditanya tim penasihat hukum, hubungannya dengan terdakwa? Saksi Maliki mengatakan tidak ada. “Saya cuma melapor kepada terdakwa yang saat itu adalah Bupati HSU,” ujarnya.
Seperti diberitakan, terdakwa Abdul Wahid mantan Bupati HSU diseret ke persidangan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, karena diduga menerima uang fee proyek.
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Fahmi SH MH mendakwa Abdul Wahid dengan sejumlah dakwaan alternatif.
Pertama Pasal 12 hurufa Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Alternatif kesatu yang kedua, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Kemudian dakwaan alternatif ketiga yang kesatu, Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Lalu alternatif ketiga yang kedua, Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. ris