Oleh: Nor’alimah, S.Pd (Pendidik)
Pemerintah menghapus status pegawai honorer di setiap instansi pemerintahan pada 28 November 2023. Kebijakan ini berpotensi membuat ratusan ribu pegawai honorer kehilangan pekerjaan. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo telah menyurati Pejabat Pembina Kepegawaian di semua instansi pemerintah untuk menentukan status pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II). Proses penentuan dilakukan paling lambat 28 November 2023. (Republika.co.id, 5/06/ 2022)
Hal ini tertuang dalam surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.Dengan adanya keputusan itu maka Aparatur Sipil Negara (ASN) terdiri atas dua jenis antara lain PNS dan PPPK. Tenaga honorer akan dihapuskan dan diganti dengan sistem outsourcing. (Detik.com, 5/06/2022)
Hal ini mendapat tanggapan dari Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan yang meminta pemerintah mengkaji kembali. Menurutnya tenaga honorer memiliki peran sangat penting di berbagai sektor publik. Sebagai contoh, sektor pendidikan banyak mendayagunakan tenaga honorer untuk memenuhi kebutuhan pendidik, sehingga jika terjadi penghapusan, maka lumpuhnya pelayanan publik akan sangat mungkin terjadi. (Detik.com, 3/06/2022)
Lebih lanjut, ia mengungkapkan hal ini merupakan soal keberpihakan terhadap nasib jutaan rakyat dan keluarganya yang menggantungkan hidup pada pekerjaan sebagai tenaga honorer. Menurutnya tugas pemerintah adalah memastikan regulasi tidak membawa duka bagi rakyat. Sebab dengan diberlakukan penghapusan tenaga honorer justru akan menghilangkan harapan jutaan rakyat, sehingga ia yakin kebijakan ini layak dievaluasi
Seperti yang disebutkan sebelumnya guru honorer di sektor pendidikan tentu akan mengalami imbas. Kalau kita mau jujur, kondisi guru honorer saat ini saja sudah memprihatinkan. Mereka dibayar dengan gaji yang rendah namun beban kerja tak jauh berbeda dengan guru yang menjadi ASN. Penghapusan tenaga honorer akan menyebabkan banyak guru yang kehilangan pekerjaan dan tak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraan bagi tenaga honorer tak mereka dapatkan.
Inilah bukti kegagalan sistem kapitalis sekuler hari ini, yang membawa negeri ini masuk ke dalam jurang kehancuran. Dalam sistem ini para guru menderita dan terhina. Padahal, guru adalah tulang punggung pendidikan yang akan menentukan nasib generasi bangsa.
Seandainya pemerintah memperhatikan peran strategis ini , tentu tidak akan abai dan akan membuat regulasi yang baik untuk menyejahterakan guru. Agar generasi yang akan datang menjadi generasi terbaik pencetak peradaban. Sudah selayaknya pemerintah peduli dan bertanggung jawab terhadap nasib para guru honorer memberikan perhatian dan jaminan kesejahteraan bagi mereka.
Sungguh, kondisi ini sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara berkewajiban mengatur segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Dalam sistem pendidikan Islam, negara menetapkan regulasi terkait kurikulum, akreditasi sekolah, metode pengajaran, bahan-bahan ajar, termasuk penggajian tenaga pengajarnya dengan regulasi yang manusiawi, bahkan memuaskan.
Kepala negara akan semaksimal mungkin memenuhi kepentingan rakyatnya, termasuk pada para pegawai yaitu guru yang telah berjasa bagi negara. Berkenaan hal ini, Rasulullah saw. bersabda, “Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al-Ahkaam menjelaskan bahwa seorang khalifah berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.
Jika kita melihat sejarah kekhalifahan Islam, kita akan mendapati betapa besarnya perhatian penguasa terhadap pendidikan, demikian pula terhadap nasib para pendidiknya. Guru dalam naungan Khilafah akan mendapatkan penghargaan yang begitu tinggi dari negara, termasuk gaji yang bisa melampaui kebutuhannya.
Sebagai contoh, diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqah ad-Dimasyqi, dari al-Wadhi’ah bin Atha, bahwa Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas). Bila saat ini harga per gram emas Rp900 ribu, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp57.375.000.
Dalam sistem Islam para guru begitu terjamin kesejahteraannya tanpa ada pembedaan antara guru honorer dan nonhonorer. Sehingga kesejahteraan guru terjamin. Hal ini menjadikan para guru bisa fokus menjalankan tugasnya, tanpa harus memikirkan kebutuhan ekonominya. Dengan begitu guru akan mampu mencetak sumber daya manusia yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban mulia. Hanya dengan sistem Islamlah, problem pendidikan (termasuk kesejahteraan guru) dapat terselesaikan dan terlaksana dengan paripurna. Tidakkah kita rindu dengan sistem ini?