
JAKARTA – Guna mendapatkan kepastian hukum terkait persoalan tambang ilegal di Kalimantan Selatan, Komisi III Dewan Perwakikan Rakyat Daerah (DPRD) setempat mendatangi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM).
Rombongan Komisi III DPRD Kalsel yang diketuai H Hasanuddin Murad ini, menyampaikan maksud kedatangannya untuk mendapatkan penjelasan, karena banyaknya peraturan-peraturan atau undang undang yang direvisi, serta meminta kepastian hukum yang bisa dilakukan di banua.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Minerba Lana Saria menjelaskan, sejak keluarnya Undang Undang No 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, memang semua jenis perizinan pertambangan beralih ke pusat. Namun di salah satu pasalnya disampaikan bahwa dapat dilegalisasikan.
Kemudian, keluarlah Perpres No 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan pada perpres tersebut didelegasikan jenis perizinan mineral bukan logam, serta mineral bukan logam jenis tertentu dan batuan.
Saat ini, perizinan itu sudah terintegrasi dengan sistem online di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau dengan sistem Online Single Submission (OSS). Hampir semua provinsi menyatakan siap terkait pendelegasian tersebut, namun harus didukung dengan adanya sistem dan orang-orang yang siap menangani sistem terintegrasi dengan BKPM tersebut.
“Jadi hampir semua provinsi belum siap, sehingga Ditjen Minerba memutuskan ada masa transisi pendegelasian kewenangan tersebut,” ujarnya, Jumat (10/6).
Lana mengatakan, pihaknya telah menyiapkan surat edaran serah terima izin-izin yang memang akan disampaikan pada masa transisi tersebut, sehingga tidak ada kekosongan yang didapat terkait perizinan.
H Hasanuddin Murad mengatakan, dengan adanya UU Minerba yang baru tahun 2020, pada akhirnya membuat kesulitan para pengusaha yang terkait pengusaha galian C, dan potensi galian C yang ada tidak tereksploitasi dengan baik karena faktor persoalan perizinan, sehingga terjadilah tambang galian C ilegal.
“Kalau istilah kawan-kawan melegalkan yang ilegal dengan koordinasi, itulah tadi yang kita bicarakan dengan datang ke sini. Dan ternyata Alhamdulillah terkait dengan kewenangan sebenarnya sudah ada pelimpahan, hanya saja masih dalam proses menyangkut sistemnya, sumber daya manusianya, dan petunjuk teknisnya yang terkait regulasinya,” ujar politisi Partai Golkar tersebut.
Sementara, Sekretaris Komisi III H Gt Abidinsyah menambahkan, dengan adanya kepastian hukum, selain dapat menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada pemerintah khususnya di bidang mineral, Komisi III juga ingin melindungi lingkungan yang ada di sana. Oleh karena itu, aturan-aturan atau kewenangan maupun batasan harus dilakukan. Rds