
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mencanangkan reformasi sistem pendidikan Indonesia melalui kebijakan Merdeka Belajar. Tujuannya adalah untuk menggali potensi terbesar para guru di sekolah dan murid serta meningkatkan kualitas pembelajaran secara mandiri.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mengatakan salah satu konsep sederhana mengenai reformasi pendidikan atau perubahan kurikulum yang akan dilakukan Kemendikbud adalah memberikan kemerdekaan kepada guru-guru untuk mengajar pada level yang cocok dengan muridnya.
Merdeka Belajar adalah program kebijakan dari (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Makarim. Esensi kemerdekaan berpikir, menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.
Pada tahun mendatang, sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem peringkat (ranking) yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.
Merdeka belajar mendukung banyak inovasi dalam dunia pendidikan, terutama kemajuan berbagai lembaga pendidikan termasuk sekolah ataupun madrasah, dengan membentuk pula kompetensi guru. Guru penggerak yang merdeka dalam mengajar tahu akan kebutuhan murid-muridnya sesuai lingkungan dan budaya siswa tersebut. Mengingat Indonesia memiliki banyak suku, adat istiadat dan budaya, tata Krama dan etika pada suatu daerah tentunya berbeda. Justru perbedaan yang ada membuat kita saling kenal mengenal, dan menjadi bangsa makmur dengan menghargai perbedaan yang ada, gotong royong yang sudah menjadi warisan terpuji leluhur secara turun-temurun. Nilai pancasila dan yang tertuang dalam Bhinneka Tunggal Ika dari kitab kakawin Sutasoma wajib menjadi nilai yang dipegang bersama oleh seluruh masyarakat Indonesia termasuk para pelajar.
Peran guru sebagai seorang pendidik yang ditugaskan untuk mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, oleh karena itu guru harus mampu mengidentifikasi bakat setiap siswanya supaya dapat memberikan pengarahan dan mengembangkannya sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki. Setiap anak memiliki bakat dan kepribadian yang berbeda, sehingga mendidik anak merupakan hal yang menarik dan unik.
Sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo untuk membentuk sumber daya manusia yang maju dalam rangka Indonesia emas 2024, maka diperlukan SDM yang mumpuni dalam bidang pendidikan. SDA Manusia unggul, beretika, bermoral, menguasai bidang keilmuan. Sesuai dengan bakat dan minat yang ada pada pribadi masing-masing manusia Indonesia yang beragam, terutama pada berbagai disiplin ilmu termasuk sains, teknologi, seni dan bahasa.
Maka dalam mendukung hal tersebut penguasaan keterampilan juga diperlukan, terutama generasi muda Indonesia untuk memakmurkan kebutuhan rakyat dari suatu bangsa, bukan hanya dari segi materiil, namun lebih memaknai akan pentingnya ilmu dan pengalaman hidup. Berbagai pengalaman hidup tersebut serta mempunyai banyak keterampilan atau multitalenta yang dianjurkan dipelajari oleh muda-mudi Indonesia agar dapat mencapai pribadi yang tidak hanya berilmu namun mengerti, terampil, menghargai perbedaan, kritis, dan mudah menyelesaikan masalah terutama dalam dunia kerja, bermasyarakat, dan bernegara.
Menteri Pendidikan Nadiem Makarim pun membuat gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum, meliputi literasi, numerasi, survei karakter dan survei lingkungan belajar. Literasi bukan hanya mengukur kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan menganalisis isi bacaan beserta memahami konsep di baliknya. Untuk kemampuan numerasi, yang dinilai bukan pelajaran matematika, tetapi penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menerapkan konsep numerik dalam kehidupan nyata. Soalnya pun tidak, tetapi membutuhkan penalaran. Satu aspek sisanya, yakni survei karakter, bukanlah sebuah tes, melainkan pencarian sejauh mana penerapan asas-asas Pancasila oleh siswa.