
BANJARMASIN – Sidang kasus dugaan korupsi fee proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan terdakwa Abdul Wahid mantan Bupati kembali digelar, Senin (6/6).
Agendanya masih mendengarkan keterangan saksi-saksi, dan ada tiga saksi dihadirkan yakni H Rusdi, Iwan Japang dan Mujakir.
Ketiga saksi oleh majelis hakim yang dipimpin Yusriansyah SH MH, dimintai keterangannya secara terpisah.
Yang pertama saksi H Rusdi, yang merupakan tim sukses Abdul Wahid, berdasarkan pengakuannya sebagaimana isi BAP mengaku memberikan fasilitas mobil dan uang kepada terdakwa.
Saksi mau memberikan fasilitas mobil dan uang, karena dijanjikan akan mendapatkan proyek dari PUPR. Karena itu, Rusdi mengaku mendampingi terdakwa untuk pemilihan pada periode tahun 2017.
Rusdi mengaku memberikan uang kepada terdakwa Abdul Wahid sebanyak tiga kali yakni Rp 100 juta, Rp 75 juta dan Rp 400 juta.
“Untuk yang Rp 100 juta langsung diserahkan kepada terdakwa saat berada di bandara, kemudian diserahkan kepada ajudan Abdul Latif Rp 75 juta saat di rumah makan Gambut, dan Rp 400 juta diserahkan di rumah dinas diterima ajudan Ainul Ikhram,” paparnya.
Selain itu, Rusdi juga meminjamkan mobil Fortuner Nopol B 889 HSP dan F 999 RT, sewaktu terdakwa Abdul Wahid mencalonkan diri sebagai Bupati HSU yang kedua tahun 2017, selama empat tahun.
“Tiga tahun mobil Fortuner Nopol DA 889 HSU, kemudian diganti dengan mobil F 999 RT,” aku Rusdi.
Ketika ditanya JPU Fahmi Ari Yoga SH, mengapa saksi mau meminjam fasilitas kepada terdakwa. Saksi Rusdi mengatakan, karena ia dijanjikan akan diberikan pekerjaan senilai Rp 10 miliar dengan komitmen fee proyek 8 persen.
“Namun hingga mobil diambil saksi pada tahun 2020, saksi tidak mendapatkan proyek tersebut,” akunya.
Rusdi mengaku, ia mendapat proyek sesuai prosedur, sebelum terdakwa Abdul Wahid terpilih sebagai Bupati HSU untuk kedua kalinya.
Seperti diketahui, terdakwa Abdul Wahid mantan Bupati HSU diseret ke persidangan Pengadilan Tipikor, karena diduga menerima uang fee proyek.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Fahmi SH MH, mendakwa Abdul Wahid dengan sejumlah dakwaan alternatif.
Pertama Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Alternatif kesatu yang kedua, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Kemudian dakwaan alternatif ketiga yang kesatu, Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Lalu alternatif ketiga yang kedua, Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. ris
.

