Alergi makanan mungkin terasa sangat merepotkan dan menjadi bahaya kesehatan yang serius. Namun sebuah studi terbaru yang dipublikasikan dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology menemukan bahwa alergi makanan mungkin bisa memberikan perlindungan dari Covid-19.
Studi yang didanai oleh National Institutes of Health (NIH) di Amerika Serikat telah menemukan orang dengan alergi makanan lebih kecil kemungkinannya untuk terinfeksi SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19, dibandingkan orang yang tidak alergi makanan.
Studi Human Epidemiology and Response to SARS-CoV-2 (HEROS) mengikuti lebih dari 4.000 orang di hampir 1.400 rumah tangga di AS. Selain menganalisa alergi makanan, studi ini juga melihat efek obesitas, indeks massa tubuh tinggi (BMI), asma, dan bagaimana virus mempengaruhi anak-anak di bawah usia 12 tahun.
Para peneliti menemukan mereka yang memiliki alergi makanan yang dilaporkan sendiri dan didiagnosa oleh dokter memiliki risiko 50 persen lebih rendah untuk terinfeksi virus corona, daripada mereka yang tidak alergi makanan.
Peneliti menduga, orang dengan alergi makanan mungkin memiliki risiko lebih rendah terpapar Covid-19 karena mereka mungkin cenderung jarang makan di luar rumah. Itu artinya, mereka lebih jarang berada di kerumunan.
Profesor kedokteran dan pediatri di Vanderbilt University School of Medicine di Nashville, Dr Tina Hartert, berspekulasi bahwa peradangan tipe 2 yang merupakan karakteristik dari kondisi alergi, dapat mengurangi kadar protein yang disebut reseptor ACE2 pada permukaan sel saluran napas. Coronavirus menggunakan reseptor ini untuk memasuki sel, sehingga kelangkaannya dapat membatasi kemampuan virus untuk menginfeksi mereka.
Selain itu, studi ini juga mengungkap bagaimana asma dan obesitas memengaruhi risiko Covid-19. Salah satu bentuk asma yang paling umum adalah asma alergi, dipicu oleh alergen seperti serbuk sari, hewan peliharaan, dan tungau debu.
Tetapi tidak seperti mereka yang alergi makanan, studi HEROS tidak menemukan bahwa orang dengan asma alergi memiliki penurunan atau peningkatan risiko infeksi virus corona. Namun penelitian tersebut mengonfirmasi peningkatan faktor risiko dari obesitas atau BMI yang tinggi.
Para penulis menemukan hubungan linier yang kuat antara BMI dan risiko Covid-19 yaitu setiap peningkatan 10 poin dalam BMI meningkatkan risiko infeksi sebesar 9 persen. Peserta yang kelebihan berat badan atau obesitas memiliki risiko infeksi 41 persen lebih besar daripada mereka yang tidak.
Satu temuan penting lainnya adalah bahwa anak-anak berusia 12 tahun atau lebih muda memiliki kemungkinan yang sama untuk terinfeksi virus seperti remaja dan orang dewasa, tetapi 75 persen infeksi pada anak-anak tidak menunjukkan gejala.
Dr Anthony Fauci, kepala penasehat medis untuk Presiden AS Joe Biden, mengatakan bahwa temuan penelitian menggarisbawahi pentingnya memvaksinasi anak-anak dan menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat lainnya untuk mencegah mereka terinfeksi SARS- CoV-2, sehingga melindungi anak-anak dan anggota rumah tangga mereka yang rentan dari virus.
“Selanjutnya, hubungan yang diamati antara alergi makanan dan risiko infeksi SARS-CoV-2, serta antara indeks massa tubuh dan risiko ini, perlu diselidiki lebih lanjut,” kata dia seperti dilansir dari Euro News, Sabtu (4/6/), yang dikutip republika.co.id.web
,