BANJARMASIN – Satu per satu kontraktor pelaksana proyek Dinas PUPRP HSU dihadirkan jaksa KPK untuk mengungkap aliran fee dan suap yang mengarah ke bupati nonaktif Abdul Wahid.
Demi mengorek keterangan para saksi di atas sumpah yang jadi fakta hukum di PN Tipikor Banjarmasin, jalannya sidang pun hingga tengah malam.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Yusriansyah di PN Banjarmasin, Senin (30/5) malam, berlangsung usai Shalat Maghrib hingga tengah malam.
Direktur CV Kuripan Jaya, H Karliansyah ketika dicecar jaksa KPK mengaku pernah memberi fee proyek Rp 80 juta dalam dua tahap usai dapat proyek bidang bina marga dan cipta karya Dinas PUPRP HSU. “Uang itu saya serahkan melalui ajudan Bupati HSU, Hadi Hidayat sebesar Rp 80 juta yang diserahkan di rumahnya,” ucap Karliansyah, seperti dikutip jejakrekam.com.
Tak cuma itu, Karliansyah pun mengaku setor fee proyek Rp 50 juta melalui Marwoto, pejabat Dinas PUPRP HSU, saat dapat pekerjaan di bidang bina marga pada 2019.
“Fee proyek itu karena dari penawaran tender atau lelang dan pemenang sudah dikondisikan oleh Mujibrianto. Saya sadar uang yang diminta Marwoto pasti untuk Bupati HSU,” beber Karliansyah.
Dengan adanya fee proyek itu, Karliansyah hakkul yakin akan dapat lagi jatah pekerjaan. Benar saja, pada 2020, Karliansyah kembali kecipratan proyek, hingga fee Rp 125 juta diberikan lagi kepada Marwoto.
“Saya juga pernah beri fee proyek Rp 50 juta saat menggarap proyek menara air kepada Abraham Radi (pejabat Dinas PUPRP HSU),” ungkap Karliansyah.
Hakim Yusriansyah pun dibikin penasaran atas pengakuan Karliansyah. Karena dalam aliran fee proyek ada peran ajudan Bupati HSU, Hadi Hidayat.
“Darimana Anda tahu bahwa uang itu sampai ke Bupati Wahid?” cecar Yusriansyah. Disahut Karliansyah; “Karena kalau kemana-mana, kalau ada Bupati Wahid, pasti ada ajudannya, Hadi Hidayat.”
Dikejar hakim soal koneksitas itu, Karliansyah pun mengaku informasi itu didapat dari Marwoto, pejabat Dinas PUPRP HSU. “Apa dasar Anda mengasih fee proyek ke Bupati Wahid secara ikhlas dengan inisiatif sendiri melalui ajudannya?” cecar hakim ketua dengan nada tinggi.
Karliansyah pun mengakui motivasi mengasih fee proyek, karena imbalannya bisa dapat lagi pekerjaan di dinas basah di Pemkab HSU itu. Karena dalam proses lelang walau diumumkan di LPSE HSU, sudah bisa diketahui pemenangnya.
“Kalau tujuannya membantu Bupati Wahid, kenapa tidak membantu orang miskin saja? Otakmu ditaruh di mana?” kata Yusriansyah, memarahi saksi Karliansyah.
Hakim ketua pun mengancam bisa saja memerintahkan jaksa KPK untuk menetapkan Karliansyah sebagai tersangka penyuap pejabat negara. Ancaman ini bikin Karliansyah gemetar. Ia memohon hakim tak menggunakan kuasa pengadilannya. “Jangan, jangan, jangan Pak Hakim, saya mohon,” sahut Karliansyah, lemas.
Akibat waktu sudah tersita hanya untuk memeriksa dua saksi karena jelang tengah malam, hakim pun terpaksa menunda agenda sidang pemeriksaan saksi-saksi lainnya untuk terdakwa Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid pada pekan depan.
Sebelum Karliansyah, Jaksa KPK menghadirkan empat saksi yakni mantan Kabid Cipta Karya Dinas PUPRP HSU Berhard dan tiga kontraktor lainnya, M Muzakir, Rahmat Nor Irwan dan H Rusdi.
Kesaksian para saksi di atas sumpah kitab suci Alquran hanya bisa disimak Abdul Wahid dalam sidang virtual lewat aplikasi Zoom, karena bupati dua periode ini mengikuti dari ruang khusus di Lapas Teluk Dalam Banjarmasin.
Posisi Berhard cukup bergengsi. Dia menjadi pengawas proyek pun jadi cecaran majelis hakim diketuai Yusriansyah dan dua hakim anggota; Ahmad Gawi dan Arif Winarno. Termasuk, tim jaksa KPK dikoordinatori Fahmi Ariyoga.
Berhard pun mengakui menjadi tenaga pengawas untuk beberapa perusahaan kontraktor di HSU. Di antaranya, CV Cahaya Abadi, CV Cahaya Permai dan CV Sasangga Banua.
“Ya, dalam rentang waktu tahun 2019 hingga 2021, dari perusahaan yang saya awasi dapat proyek bernilai puluhan miliaran rupiah,” ucapnya.
Nah, kata dia, dari perusahaan dapat jatah proyek PUPRP HSU itu dikutip komitmen fee dengan besaran 10 hingga 13 persen. Uang Rp 140 juta itu kemudian diserahkan ke ajudan Bupati HSU Abdul Latif, usai Berhard ditelepon Marwoto, pelaksana Dinas PUPRP HSU. “Bahkan, saya pernah menyerahkan uang fee proyek sebesar Rp 2 miliar yang diserahkan dalam lima taap,” katanya.
Berhard berdalih fee proyek itu sepengetahuan Bupati Wahid, karena berdasar keterangan Marwoto bahwa jatah itu untuk ‘sang bos’ alias bupati. “Fee proyek itu menjadi kebiasaan bagi kontraktor yang dapat proyek. Besaran fee proyek juga ditentukan Marwoto,” ucap Berhard.
Geram mendengar pengakuan itu, Ketua Majelis Hakim Yusriansyah mengatakan posisi Berhard sebagai pensiunan ASN bisa jadi tersangka kasus gratifikasi karena menyerahkan uang kepada pejabat negara.
“Berarti Anda mau jadi jongos? Seharusnya, kalau sudah pensiun itu lebih baik istirahat saja, daripada mengurusi proyek,” kata hakim Yusriansyah. jjr