BANJARMASIN – Fenomena air pasang dalam (rob) menerpa Banjarmasin dalam sepekan ini. Bahkan, luapan air Sungai Martapura dan sekitarnya merambah sejumlah pemukiman dan jalan raya di Banjarmasin.
Sejumlah kawasan yang jadi langganan banjir rob seperti Jalan Pangeran Samudera, Jalan Lambung Mangkurat, Jalan Perdagangan, Jalan Brigjen H Hasan Basry Kayutangi, serta pemukiman warga yang berada di bantaran sungai.
Pakar kota Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Akbar Rahman mengatakan kondisi banjir rob dialami Banjarmasin tak lepas dari degradasi lingkungan yang menyebabkan pemanasan global.
“Hal ini juga ditandainya dengan mencairnya es di wilayah kutub sehingga meningkatkan volume air. Kemudian perubahan iklim penyebab cuaca ekstrem,” tutur Akbar, Senin (23/5), seperti dikutip jejakrekam.com.
Doktor urban design lulusan Saga University Jepang ini mengatakan jika suhu dunia naik 2 derajat, gletser gunung dan sungai akan mulai menghilang dan daerah pegunungan akan mengalami lebih banyak tanah longsor, karena lapisan es yang menyatukan mereka mencair.
“Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya banjir besar di wilayah pantai. Pada tahun 2100, permukaan laut bisa naik satu meter, menggusur 10 persen dari populasi dunia. Negara kepulauan seperti Indonesia, Maladewa dan Oseania akan tenggelam,” papar Akbar mengutip hasil riset sejumlah ilmuwan dunia.
Menurut dia, orang-orang juga akan mati dalam jumlah yang lebih besar karena mereka berjuang melawan panas yang meningkat.
“Ekosistem akan runtuh dan sepertiga dari semua kehidupan di bumi akan menghadapi kepunahan. Pertumbuhan tanaman akan melambat, lalu berhenti. Pusat makanan dunia akan menjadi tandus dan, dalam 85 tahun, sepertiga dari planet ini akan tanpa air bersih,” urai Koordinator Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik ULM ini.
Akbar mengatakan dirinya sejak 2005 telah meneliti pemanasan global tahun 2005, suhu bumi kala itu baru naik 0,7 derajat sejak tahun 70-an. Saat ini, beber dia, sudah menjadi 1,2 derajat. Ini sangat mengkhawatirkan dan menyebabkan cuaca tidak menentu dan ekstrem akibat perubahan iklim.
“Jadi rob hari ini tidak terlepas dari isu global pemanasan bumi. Dampak ini diperparah dengan tidak terpelihara dan rusaknya lingkungan alam kita akibat eksploitasi,” beber Akbar.
Ditambah lagi, lanjut dia, keandalan infrastruktur yang masih rendah guna menekan laju peningkatan suhu bumi. Padahal, kata Akbar, diperlukan perubahan sikap dan perilaku kita terhadap alam dan lingkungan, wilayah pesisir harus bersiap dengan mitigasi dan infrastruktur yang andal terhadap meningkatnya permukaan air laut.
“Jika mengutip data NASA bahwa volume es mencair di kutub utara `saja’ sudah lebih 4 juta m3. Air yang mencair itu akan mengalir keseluruh permukaan bumi atau atau wilayah samudra. Negara-negara kepulauan di sekitar equator akan terdampak langsung,” urai Akbar.
Dia menyarankan agar perencanaan infrastruktur handal diperlukan dengan meto pembangunan berkelanjutan. “Sebab, yang paling terdampak adalah daerah pesisir, dataran rendah atau lowland seperti Banjarmasin dan sekitarnya,” imbuh Akbar. Jjr