
BANJARMASIN – Permasalahan yang dihadapi PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin saat ini tidak hanya membuat pelanggannya dirugikan. Bahkan, mantan Direktur Utama PDAM Bandarmasih Ir H Muslih juga merasa terusik dengan permasalahan PDAM yang dikait-kaitkan kejadian OTT tahun 2017 lalu.
Muslih menegaskan, pernyataan Walikota Ibnu Sina yang mengaitkan kasus OTT dengan perda nomor 12 tahun 2017 tentang penyertaan modal PDAM tidak ada hubungannya.
Apalagi, ujarnya, perda tersebut sah dan telah diundangkan menjadi lembar negara sejak 4 Juni 2018 sehingga semestinya PDAM dapat menggunakan haknya untuk mendapatkan penyertaan modal sebesar Rp 1 trilyun.
“Artinya perda nomor 12 tahun 2017 tentang penyertaan modal sebenarnya prosedur dan aturan perda tersebut sah, perda itu juga telah diundangkan sebagai lembar negara dan dapat dilaksanakan atau digunakan karena tak ada pengaruhnya dengan OTT tersebut,” ujar Muslih, di Banjarmasin, Kamis (19/5).
Muslih menjelaskan, melalui perda tersebut disusun secara rinci tentang ketentuan penyertaan PDAM hingga ketentuan setor PAD dari laba PDAM setiap tahunnya.
Di antaranya sangat jelas bahwa PDAM juga tak wajib menyetorkan PAD dari laba perusahaan mulai tahun 2015-2020 yang diperkirakan dapat terkumpul sekitar Rp 50 miliar. Kemudian soal penyertaan modal sejak itu juga PDAM tak lagi mendapatkannya.
“Kenapa tak perlu setor PAD mulai tahun 2015 – 2020, karena telah menjadi deviden penyertaan modal bagi PDAM atau otomatis menjadi penyertaan modal yang diprediksi nilainya selama lima tahun itu sekitar Rp 50 miliar,” jelas Muslih.
Menurutnya, akumulasi masalah di banyak daerah pelayanan yang terganggu dan macet, karena ketidakberanian direksi dalam mengambil langkah perubahan dan pengembangan jaringan.
“Padahal pipa untuk mengganti jaringan dari A Yani Kilometer 1 hingga Jalan Sutoyo S merupakan rencana tahun 2017 namun sampai sekarang tak dilaksanakan, sehingga muncul masalah pipa tua dan pompa,” tuturnya.
Kondisi PDAM makin terpuruk karena tak berani melakukan penyesuaian tarif, yang semestinya sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. “Memang penyesuaian tarif PDAM tak populer, tapi tetap penting dan sudah dijamin dalam Permendagri Nomor 21 tahun 2020,” katanya.
Sejauh ini, pemerintah daerah juga tak menyetujui melakukan penyesuaian tarif maka semestinya pemerintah daerah wajib memberikan atau mengganti full cost tersebut sebagai subsidi bagi PDAM.
“Dalam pengembangan PDAM harus ada care dan sinergi antara pemerintah daerah dan PDAM seperti saat zaman Pak Zainal dan saya dulu bisa berkembang, saling sinergi itu juga kunci mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat,” katanya.
Bagi Muslih, melihat sampai masalah pipa tua hingga distribusi macet ke pelanggan berulang-ulang terjadi maka bisa dikatakan direksi gagal dalam mengelola PDAM. “Ini bisa disebut gagal, pelayanan dimana- mana macet dan dalam pelayanan PDAM ini tak bisa lambat,” katanya.
Sebenarnya banyak cara untuk mengatasi ini, apalagi PDAM sudah mapan dan banyak investor melirik namun haruslah komitmen kuat. Via