BANJARMASIN – Didesak Pemko Banjarmasin untuk segera menyerahkan lahan atau tanah Pasar Batuah, warga Kampung Batuah yang bermukim di RT 11 dan RT 12 Kelurahan Kuripan, segera mengambil sikap.
Melalui kuasa hukumnya, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kalsel Syaban Husin Mubarak dan sekretarisnya, Yusuf Ramadhan memastikan akan mengambil upaya hukum terukur baik secara perdata maupun pidana atas pemaksaan kehendak Pemkot Banjarmasin.
Hal ini menyikapi terbitnya surat pemberitahuan bernomor 800/369.sekr.02/DPP/IV/2022 yang diteken Sekda Kota Banjarmasin Ikhsan Budiman yang mendeadline penyerahan lahan masuk proyek revitalisasi Pasar Batuah paling lambat pada 9 Mei 2022.
“Kami tegaskan negara kita adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Karena, Pemkot Banjarmasin maupun warga masyarakat harus bertindak berdasar hukum, bukan berdasarkan kekuasaan,” ucap Ketua LBH Ansor Kalsel Syaban Husin Mubarak dalam keterangannya, Selasa (10/5).
Menurut dia, masalah terbitnya SK Walikota atas rencana revitalisasi Pasar Batuah juga telah digugat ke PTUN Banjarmasin, yang telah berproses di pengadilan.
“Kami sebagai penggugat telah mengajukan penundaan pelaksanaan objek sengketa kepada majelis hakim PTUN Banjarmasin yang telah memeriksa dan memutus perkara a quo,” tuturnya.
Syaban meminta agar Pemkot Banjarmasin mengedepankan rasa kemanusiaan, sehingga patut menghormati dan menghargai proses hukum yang telah berlangsung di PTUN Banjarmasin. “Sebaiknya pemerintah kota menunggu keputusan majelis hakim terkait dengan objek sengketa,” cetus Syaban.
Ia juga menanggapi klaim Pemko Banjarmasin memiliki Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 98 Tahun 1995 atas lahan yang telah dimukimi warga Batuah di seputaran Pasar Batuah. Sertifikat Hak Pakai Nomor 98 Tahun 1995, diterbitkan berdasar Surat Keputusan (SK) Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Kalsel tanggal 6 Juli 1995 Nomor 153/1696/P-2/BN/BPN dengan luasan total 7.320 m2.
“Silakan nanti dibuktikan di pengadilan agar menjadi contoh yang baik bagi masyarakat untuk menaati hukum yang berlaku di Indonesia. Sedangkan, masyarakat Batuah juga mendapat tanah itu berdasar tukang guling dengan Pemkot Banjarmasin pada 1963,” beber Syaban.
Advokat muda ini mengkritik, sangat tak elok jika Pemko Banjarmasin justru tak menghormati langkah hukum yang ditempuh warga Batuah.
“Hal itu bisa saja merupakan tindakan zalim Pemkot Banjarmasin terhadap warga. Jangan salahkan jika kelak, masyarakat kehilangan kepercayaan lagi kepada Pemkot Banjarmasin, dalam hal ini Walikota Ibnu Sina,” tegas Syaban. Jjr