Oleh : Nurma Junia
Isu elgebete (lesbian, gay, biseksual, transgender) kini kembali menghangat setelah adanya podcast di youtube Deddy Corbuzier yang mengundang Ragil Mahardika dan Frederik Vollert sebagai pasangan gay yang viral dimedia sosial, di mana dalam video podcast tersebut banyak membahas seputar kehidupan dan hasrat seksual seorang gay.
Gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer+ telah menuai kecaman di dunia maya karena keberadaanya mendapat dukungan salah satu perusahaan besar yang berbasis di Amsterdam-Belanda, pada 19 juni lalu yang secara resmi menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan tersebut.
Sungguh ironis, keberadaan perilaku kaum luth yang diakui dan diberi tempat saat ini seolah olah melegalkan apa yang mereka lakukan seakan tidak ada yang salah apalagi dianggap suatu kejahatan dengan alasan hubungan seksual suka sama suka sekalipun degan sesama jenis adalah hak asasi manusia jadi tidak perlu dipermasalahkan. Bahkan yang paling meresahkan tindakan mereka justru mendapat dukungan dari berbagai pihak dengan pesan moralnya agar melindungi keberadaan mereka atas dasar kemanusiaan. Terlebih atas nama pengakuan terhadap kebebasan dan penciptaan lingkungan inklusif yang justru condong mendukung kampanye elgebete.
Kejahatan kaum homo semakin hari semakin tak terkendali akibat kelonggaran, fasilitasi dan rendahnya sanksi. Dan akhirnya komunitas elgebete ini semakin lama akan mengalami ledakan yang cukup mengkhawatirkan. Apalagi sekarang pintu komunikasi sudah terbuka lebar. Elgebete harus di anggap menjadi isu hak warga negara dengan dalih kebebasan berperilaku dan berekspresi yang harus dihargai.
Bagaimana mungkin dapat mencegah fenomena tumbuh kembang perilaku elgebete yang terus merajalela jika disisi lain ada peluang yang akan menjamin hak kaum luth tersebut apalagi dengan pengesahan UU TPKS dan permendikbud PPKS no 30/2021 dan regulasi yang membuka pintu legalisasi perilaku elgebete.
Kampanye elgebete dimedia sebagaimana dilakukan oleh selebretas sebagai pelaku maupun pendukung tentu harus ditentang keras. Keberadaan elgebete adalah merupakan buah dari kerusakan sistem kapitalisme sekuler yang mengagungkan kebebasan dalam segala hal, yang tentunya akan berdampak pada kerusakan dan perilaku aneh yang terus bermunculan.
Oleh karena itu, kita harus menyikapi dengan tepat bagaimana seharusnya menempatkan permasalahan elgebete tersebut.
Sebagai muslim, elgebete tidak boleh dipandang sebagai kewajaran yang harus diterima bahkan dibiarkan aktivitasnya, karena hal itu adalah bentuk penyimpangan dari fitrah penciptaan manusia dalam meekspresikan perasaan suka yang seharusnya penyalurannya hanya antara laki-laki dan perempuan saja dengan pernikahan sehingga bisa melestarikan keturunan.
Dalih kebebasan dan HAM untuk mengesahkan keberadaan elgebete pun harus dikritisi. Karena praktek-praktek elgebete akan menyuburkan perzinaan dan sodomi dan sejatinya perilaku menyimpang tersebut dipastikan akan merusak kelangsungan hidup manusia, menghancurkan keluarga, dan yang pasti akan mengaburkan nasab karena sudah menyimpang dari fitrah penciptaan.
Fenomena yang merajalela seperti ini hanya akan bisa dihentikan dengan adanya peran negara untuk menegaskan bahwa standar benar salah bagi pemikiran, perilaku individu dan tatanan masyarakat hanyalah dengan penerapan hukum syara Allah SWT bukan berdasarkan pada hukum rasa manusia.
Islam dengan tegas menyatakan bahwa perilaku elgebete merupakan dosa dan kemaksiatan besar di sisi Allah SWT. Karenanya, dalam Islam kewajiban negaralah untuk terus membina keimanan dan memupuk ketakwaan rakyatnya, ini akan menjadi kendali diri dan benteng yang menghalangi seseorang agar tidak terjerumus pada perilaku menyimpang homoseksual kaum Sodom kaumnya nabi Luth. Negara juga memerintahkan setiap muslim untuk menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. Islam juga telah menetapkan aturan berupa hukuman siksaan atau deraan yang bersifat menyembuhkan, menghilangkan homoseksual dan memutus siklusnya dari masyarakat dengan menerapkan hukuman mati bagi pelaku sodomi baik subyek maupun obyeknya.
Pastinya, dengan ketentuan yang tegas inilah umat akan bisa diselamatkan dari perilaku menyimpang. Kehidupan umat pun akan dipenuhi oleh kesopanan, keluhuran, kehormatan, martabat dan ketenteraman dan kesejahteraan.
Jadi, sudah menjadi kewajiban bagi kita sebagai umat islam untuk menyelamatkan keluarga, masyarakat dan negeri ini dari bahaya masifnya kampanye liberalisasi yang setiap saat akan selalu menyerang kita dari berbagai arah. Hanya islam lah yang akan mampu membentengi ketahanan keluarga, dan kehinaan umat islam akan bisa diselamatkan dari berbagai tekanan dan ancaman. Wallahu’alam