
BANJARMASIN – Sidang lanjutan kasus dugaan suap fee proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan terdakwa Abdul Wahid mantan bupati, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (25/4).
Dalam agenda sidang dipimpin Yusriansyah SH MH, yang mendengarkan keterangan para saksi tersebut, terungkap bahwa fee proyek yang diduga diterima Abdul Wahid, digunakan untuk dana pilkada.
JPU Tito Zailani SH menghadirkan tiga orang saksi yang sebelumnya juga pernah bersaksi pada terdakwa Pachriadi, Marhaini dan Maliki.
Ketiga saksi itu yakni Adi Hidayat dan Abdul Latif, keduanya mantan ajudan Bupati (terdakwa), serta Agus Susilowanto mantan Kabid Bina marga dan Plt Kadis PUPR HSU.
Saksi Agus Susilowanto mantan Kabid Bina Marga dan Plt Kadis PUPR HSU tahun 2017-2018 mengatakan, fee proyek atas permintaan terdakwa.
Selama menjabat Kabid Bina Marga dan Plt Kadis PUPR, ia mengaku sering menyetorkan uang fee proyek yang diminta dari rekanan mulai Rp 300 juta hingga Rp 800 juta.
Ketika ditanya JPU Tito Zailani, kepada siapa uang fee proyek yang dikumpulkan saksi dari pihak kontraktor, apakah disetorkan atau dikasihkan?
“Saya antar ke kediaman Bupati dan yang menerima Udin seorang jaga malam,” aku saksi.
Menurutnya, diperkirakan seluruh uang fee proyek yang ia kumpulkan dari pihak kontraktor sekitar Rp 8 miliar. “Saya juga disuruh mencarikan dana untuk pilkada,” aku saksi lagi.
Ditanya lagi oleh JPU, dari mana uang tersebut? Dijawab saksi dari fee proyek yang jumlahnya sekitar Rp 3 miliar. Agus juga menjelaskan, besarnya fee proyek yang diminta dari pihak kontraktor berkisar 6-8 persen.
Sementara, dua saksi yang merupakan mantan ajudan terdakwa, mengatakan pernah mengambilkan uang di Dinas PUPR atas suruhan terdakwa. Namun, keduanya mengaku lupa nominal uang yang telah diambil.
Seperti diketahui, terdakwa Abdul Wahid mantan Bupati HSU diseret kepersidangan Pengadilan Tipikor, karena diduga menerima uang fee proyek.
JPU KPK Fahmi SH MH, mendakwa Abdul Wahid dengan sejumlah dakwaan alternatif. Pertama Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Alternatif kesatu yang kedua, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Kemudian dakwaan alternatif ketiga yang kesatu, Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Lalu alternatif ketiga yang kedua, Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Ris