JAKARTA – Meski pelaksanaan awal Ramadhan terjadi perbedaan antara perhitungan Pemerintah dengan PP Muhamadiyah, namun perayaan Idul Fitri 1443 H, sangat berpotensi sama, yakni iatuh pada 2 Mei 2002.
Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin mengungkapkan posisi bulan pada 29 Ramadhan 1443 atau 1 Mei 2022, di wilayah Indonesia berada pada batas kriteria baru MABIMS. Tinggi bulan sudah di atas 3 derajat, tetapi elongasinya sekitar 6,4 derajat.
“Dari berbagai pendapat pakar hisab rukyat, kemungkinan besar Idul Fitri 1443 akan seragam 2 Mei, tetapi masih ada potensi perbedaan Idul Fitri 3 Mei 2022,” tulis dia dalam blognya, yang dikutip Senin.
Dia membeberkan alasan yang mendukung kemungkinan besar Idul Fitri 1443 pada 2 Mei 2022.
Menurut Thomas, secara hisab, posisi bulan pada saat maghrib 1 Mei 2022 di wilayah Sumatera bagian utara dekat dengan batas kriteria elongasi 6,4 derajat.
“Bahkan beberapa hisab kontemporer dari beberapa kitab menunjukkan beberapa wilayah di Sumatera sudah memenuhi kriteria elongasi 6,4 derajat, seperti hisab yang dilakukan Ibnu id Abdo el-Moeid,” ujar dia.
Selajutnya Wilayah Sumatera bagian utara berada pada batas kriteria elongasi 6,4 derajat (dari AHC). Posisi bulan saat maghrib di Sabang tingginya sudah 5 derajat lebih dan elongasinya sekitar 6,4 derajat. (Dari simulasi Stellarium)
“Hisab kontemporer dari beberapa kitab menunjukkan di wilayah Sumatera posisi bulan sudah memenuhi kriteria baru MABIMS,” kata dia.
Thomas mengungkapkan, ada dukungan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal) Odeh bahwa pada saat maghrib 1 Mei 2022 di sebagian wilayah Indonesia hilal mungkin bisa dirukyat dengan menggunakan alat optik (binokuler atau teleskop).
“Kriteria visibilitas hilal Odeh menunjukkan di wilayah Sumatera hilal mungkin bisa dirukyat dengan binokuler atau teleskop,” ujarnya.
Bila ada laporan rukyat bahwa hilal terlihat kemungkinan akan diterima karena dianggap telah memenuhi kriteria baru MABIMS. Apalagi Lembaga Falakiyah PBNU menggunakan definisi elongasi geosentrik dalam kriterianya.
“Kalau kesaksian rukyat diterima pada sidang itsbat, secara syar’i itu sah,” ucap dia.
Selanjutnya, bila tidak ada lapan rukyatul hilal, mungkin juga sidang itsbat menggunakan yurisprudensi keputusan sidang itsbat penetapan awal Ramadhan 1407/1987 ketika tidak ada laporan terlihatnya hilal padahal saat itu hilal dianggap telah memenuhi kriteria imkan rukyat. “Keputusan itu merujuk fatwa MUI 1981,” tegas Thomas.
“Keputusan sidang istbat awal Ramadhan 1407/1987 yang mendasarkan pada hasil hisab ketika tidak ada laporan terlihatnya hilal dengan merujuk fatwa MUI 1981,” dia menjelaskan. lp6/mb06