
BANJARMASIN – Majelis Hakim pada pengadilan Tipikor Banjarmasin yang menyidangkan kasus dugaan gratifikasi yang menjerat mantan ESDM Kabupaten Tanbu, mengeluarkan surat penetapan pemanggilan paksa terhadap saksi Mardani H Maming.
Adapun isi surat penetapan pemanggilan paksa, memerintahkan JPU untuk menghadirkan Mardani H Maming ke persidangan untuk dimintai keterangannya.
“Ini kepentingan majelis hakim untuk mengetahui secara langsung terkait perizinan IUP yang tentunya ada kaitannya dengan persidangan,”tandas Yusriansyah SH MH selaku Ketua majelis hakim.
Padahal pada sidang lanjutan yang digelar, Senin (18/4) malam, Mardani H Maming yang mengaku berada di Singapora, sudah siap menjadi saksi atau memberikan keterangan secara online.
Namun, dikarenakan majelis hakim meminta agar hadir langsung ke persidangan, Mardani H Maming pun dibatalkan untuk bersaksi secara online.
Dalam surat penetapan pemanggilan paksa yang dikeluarkan, majelis hakim meminta agar saksi Mardani H Maming hadir Senin tanggal 25 April 2022. Karena, menurut majelis hakim saksi sudah dipanggil sebanyak tiga kali.
Mardani dipanggil sebagai saksi karena waktu itu menjadi Bupati Tanah Bumbu, yang menanda tangani Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.
Dalam dakwaan bermula Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang dipimpin Alm Henry Soetio tahun 2010 berencana melakukan kegiatan usaha pertambangan Batubara di Tanah Bumbu. Henry berencana memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Pada awal 2010, Henry bertemu dengan Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu. Kemudian, pada pertengahan Tahun 2010, Mardani memperkenalkan Henry Soetio dengan terdakwa Dwidjono.
Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut, Kadis ESDM bertemu kembali dengan Henry untuk memproses pengurusan IUP dengan cara mengalihkan IUP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) menjadi IUP PCN.
Dengan dalih melakukan pinjaman Dwidjono meminjam uang kepada Henry Soetio guna keperluan modal kerja usaha pertambangan sebagai bekal penghasilan pada saat Pensiun di tahun 2016.
Pada awal tahun 2021, pinjaman yang dilakukan oleh Dwidjono kepada Henry Soetio dilaporkan ke Kejaksaan Agung RI dimana pinjaman tersebut diduga sebagai penyamaran suap dan gratifikasi.
Sementara, Mardani melalui kuasa hukumnya Irfan Idham memastikan taat pada proses hukum, dan siap memenuhi panggilan pengadilan untuk bersaksi bagi terdakwa, meski perkara korupsi tersebut tidak memiliki keterkaitan atas dirinya.
Namun jika tak bisa berhadir karena alasan mendesak, dia selalu melayangkan pemberitahuan secara resmi kepada majelis hakim keika tak menghadiri persidangan.
“Seperti batal bersaksi di persidangan pada 11 April 2022, lantaran beliau mesti menghadiri audiensi pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta,” jelas Irfan di Banjarmasin, Senin.
Kemudian, lanjut dia, pada persidangan 4 April 2022 lalu, Mardani tidak bisa hadir bersaksi lantaran dalam proses pemulihan pascaoperasi ginjal. Surat keterangan dokter pun disampaikan ke jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung yang diperlihatkan kepada majelis hakim. ris/ant