
BANJARMASIN – Para aktivis perempuan Banjarmasin menyambut haru sekaligus bahagia atas disahkan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) oleh DPR RI. Mereka pun menghimbau agar seluruh masyarakat terus mengawal implementasi UU tersebut.
“Kami senang dan terharu,” ungkap Rizki Anggaraini Santika Febriani (25), Founder Narasi Perempuan, Komunitas Pejuang Isu Wanita Banjarmasin, ketika menanggapi pengesahan UU TPKS, Kamis (14/4) lalu.
Menurut perempuan yang akrab disapa Kiki ini, sejak berdirinya LSM Narasi Perempuan pada 2019, pihaknya berharap Indonesia perlu payung hukum yang komprehensif, terkait isu kekerasan seksual.
“Saya sangat bersyukur, UU TPKS akhirnya terwujud, meski kami harus menanti selama 12 tahun,” ujarnya.
Bagi Kiki, keputusan DPR RI ini terasa sangat mengejutkan, mengingat selama ini undang undang tersebut sudah 2 kali masuk prolegnas namun prosesnya mandek dan tidak dibahas lebih lanjut.
Seperti diketahui, UU TPKS resmi disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (12/). Pada kesempatan itu, Ketua Panitia Kerja TUU TPKS, Willy Aditya menyatakan, pengesahan UU TPKS adalah bentuk kehadiran negara dalam melindungi korban kekerasan seksual.
Menurut Kiki, poin paling menonjol dalam UU ini terdapat pada bagian victim trust fund atau dana bantuan korban. Selama ini penangan kasus kekerasan seksual hanya fokus pada penghukuman kepada pelaku, tidak pernah ada pembahasan tentang penanganan terhadap korbannya.
“UU tersebut membahas mekanisme mengenai cara mengklaim dana yang bisa diakses korban untuk mengobati luka fisik dan psikologis,” jelasnya.
Sebelumnya, kata Kiki, Narasi Perempuan sudah sering melakukan kampanye kreatif, yang berisi pesan-pesan yang sifatnya menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya perlawanan terhadap isu kekerasan seksual.
Dalam aksi damai di bundaran Jl Lambung Mangkurat Banjarmasin, Jumat 8 Maret lalu atau saat memperingati Hari Perempuan Internasional, para mahasiswa dan aktivis perempuan juga mendesak DPR agar UU TPKS segera disahkan.
Kiki menjelaskan, kekerasan seksual juga sering terjadi di lingkungan kampus. Beruntung, PTN dan PTS di Banjarmasin kini tengah memulai tahap penanggulangannya.
“Sebenarnya di lingkungan kampus sudah ada aturan yang menangani kasus kekerasan seksual. Contohnya kampus-kampus yang berada di bawah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kemenag RI sudah difasilitasi pedoman nomor 5494 tahun 2019,” bebernya.
Selain itu, universitas di bawah Kemendikbudristek juga telah difasilitasi Permendikbud No 30 tahun 2021, yang mengharuskan setiap kampus agar membuat Satuan Tugas (Satgas) masing-masing dalam jangka waktu 1 tahun semenjak dikeluarkannya permen ini.
Di Kalsel sendiri, satgasnya sudah terbentuk di Universitas Lambung Mangkurat dan Universitas Islam Kalimantan. “Ini menunjukkan awareness sudah meningkat, apalagi kini kita sudah punya payung hukum yang tidak hanya menjamin keamanan di lingkungan kampus, namun seluruh lapisan masyarakat,” tukasnya. Win