
Dewasa ini kita telah terbiasa disuguhkan oleh pemandangan antrian di berbagai tempat dan kesempatan. Setelah di pertunjukkan oleh antrian emak-emak dalam upaya memperoleh minyak goreng, dilanjutkan oleh antrian bapak-bapak untuk mendapatkan bahan bakar solar.
Jika antrian minyak goreng dikarenakan ingin mendapatkan minyak goreng bersubsidi, sedangkan antrian solar terjadi karena pasokan solar bersubsidi tidak mampu memenuhi peningkatan permintaan akibat pelonggaran pembatasan perjalanan serta peningkatan aktivitas ekonomi.
Kebijakan pemerintah dengan menetapkan harga minyak goreng kemasan sesuai harga keekonomian pasar berhasil mengurangi antrian, namun pada beberapa tempat masih terjadi antrian untuk mendapatkan minyak goreng curah.
Fenomena antrian bahan bakar solar jika dilihat dari kacamata positif adalah merupakan gambaran berdenyutnya kembali kegiatan ekonomi dan mulai pulihnya kondisi masyarakat terhadap dampak pandemik covid-19. Namun pemerintah daerah harus waspada atas dampak dari kelangkaan solar tersebut terhadap kegiatan ekonomi masyarakat.
Sektor transportasi merupakan sarana vital dalam mata rantai distribusi kebutuhan pokok masyarakat. Hambatan pada transportasi barang akan mengakibatkan kenaikan biaya yang pada akhirnya mempunyai andil dalam kenaikan harga barang khususnya barang kebutuhan pokok. Kenaikan harga barang selanjutnya akan memicu kenaikan angka inflasi.
Lebih jauh lagi, bagi masyarakat yang sangat tergantung atas ketersediaan bahan bakar solar dalam bekerja, seperti nelayan, maka kelangkaan tersebut akan mempengaruhi aktivitas mereka dalam mendapatkan penghasilan keluarga.
Selain dua komoditas kebutuhan pokok diatas yang mengalami fluktuasi kenaikan harga, keputusan pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen dikhawatirkan juga menjadi pemicu kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya. Banyak pengamat memprediksi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax, LPG non subsidi, hingga tarif PPN akan mengerek tingkat inflasi pada bulan April 2022.
Banyak masyarakat yang bergantung pada LPG non subsidi dan Pertamax untuk pemenuhan konsumsi energi sehari-hari. Sementara sejumlah barang dan jasa yang juga digunakan masyarakat terdampak oleh kenaikan tarif PPN.
Pada bulan Maret 2022 tingkat inflasi nasional sebesar 0,66 persen, dan tingkat inflasi Kalimantan Selatan bahkan lebih besar lagi yaitu 0,93 persen. Sedangkan Inflasi sejak Januari sampai dengan Maret 2022 sudah mencapai 1,20 persen untuk nasional dan 1,52 persen untuk Kalimantan Selatan. Peningkatan permintaan kebutuhan pokok selama bulan puasa yang jamak terjadi, disamping kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga berpotensi meningkatkan inflasi pada bulan April 2022.
Lebih jauh lagi, tingat inflasi yang tinggi akibat lonjakan harga kebutuhan pokok khususnya harga pangan dikhawatirkan akan membuat angka kemiskinan meningkat. Tingkat kemiskinan sangat mungkin meningkat saat inflasi tinggi karena porsi pengeluaran 20 persen masyarakat dengan pengeluaran terendah sebagian besar digunakan hanya untuk membeli bahan makanan. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) sekitar 64 persen pengeluaran masyarakat miskin dihabiskan untuk membeli bahan makanan. Hal ini berbeda dengan 20 persen masyarakat kaya membelanjakan pengeluaran untuk bahan makanan yang hanya sekitar 39 persen. Sehingga kenaikan harga bahan makanan/pangan akan lebih berdampak kepada masyarakat miskin dan memunculkan gejolak sosial.
Selain tingkat kemiskinan, inflasi tinggi yang berlangsung dalam jangka panjang, juga akan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, konsumsi rumah tangga menyumbang 54 persen bagi pertumbuhan ekonomi. Dampak lain, biaya produksi akan meningkat sementara jumlah produksi justru bisa menurun. Akibatnya, hal ini juga bisa meningkatkan angka pengangguran jika seandainya terjadi rasionalisasi tenaga kerja.
Sinyal bahaya inflasi tinggi tersebut dijawab pemerintah dengan memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak khususnya masyarakat berpenghasilan rendah. Pemberian bantuan tersebut dimaksudkan untuk meringankan beban dan mempertahankan konsumsi masyarakat dari dampak kenaikan harga komoditas.
Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang terdaftar dalam list penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta PKL yang menjajakan dagangan gorengan. Selain itu pemerintah juga berencana memberikan bantuan subsidi upah (BSU) kepada 8,8 juta pekerja yang memiliki pendapatan bulanan di bawah 3,5 juta rupiah.
Namun pemberian bantuan tersebut sifatnya hanya sementara dalam jangka pendek. Untuk mengatasi masalah kenaikan harga khususnya bahan pangan dalam jangka panjang maka perlu langkah antisipasi pemerintah agar harga kebutuhan tetap terkendali. Untuk mengatasi fenomena kenaikan harga bahan pokok, sektor produksi perlu diperkuat. Perlu peningkatan jumlah produksi barang kebutuhan masyarakat pada saat terjadinya peningkatan konsumsi. Selain itu penerapan subsidi yang selama ini diberikan harus dikaji agar subsidi tersebut tepat sasaran.
Pemerintah harus mampu mengatasi kendala struktural yang kerap menimbulkan ketidakstabilan harga. Terbatasnya produktivitas atau produksi yang rendah disertai dengan luas lahan menyusut merupakan permasalahan yang kerap terjadi pada sektor pertanian. Selain itu ketergantungan pada ekspor komoditas dan bahan baku impor, produksi pangan yang rentan terhadap perubahan musim juga menjadi faktor ketidakstabilan harga. Yang tidak kalah penting adalah masih lemahnya konektivitas antardaerah.
Tantangan pemerintah akan sangat berat apabila kendala struktural tersebut tidak bisa diatasi. Dalam upaya pemulihan ekonomi akibat badai covid-19 perlu kerja keras bersama, baik pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha, untuk saling mendukung dan bersinergi.