BANJARMASIN – Justice Collaborator (JC) yang diajukan mantan Plt Kadis PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki, yang terjerat kasus suap dikabulkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dikabulkannya pengajuan JC terdakwa Maliki melalui penasihat hukumnya, karena sudah memenuhi kriteria edaran Mahkamah Agung RI. Justice Collaborator sendiri adalah pelaku kejahatan yang bekerja sama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.
“Semua kriteria dari edaran Mahkamah Agung RI sebagai syarat JC, sudah dipenuhi Maliki. Apalagi selama proses persidangan, terdakwa Maliki sangat kooperatif, makanya JC-nya dikabulkan pimpinan kita,” kata JPU Tito Jailani usai sidang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (6/4), dengan agenda pembelaan yang dilanjutkan replik dan duplik dengan menghadirkan terdakwa Maliki.
Dalam pembelaannya, terdakwa Maliki yang didampingi penasihat hukumnya Mahyuddin SH MH, hanya meminta keringanan hukuman.
Menurut Mahyuddin, selain meminta keringanan hukuman, mereka juga meminta uang pengganti sebesar Rp 195 juta dihapus.
“Kami berterima kasih karena JC terdakwa dikabulkan. Namun, kita juga meminta uang pengganti sebesar Rp 195 juta yang sangat memberatkan dihapus, karena klien kami tidak menikmatinya,” ujarnya.
Uang tersebut, sudah diserahkan pada oknum jaksa sesuai arahan Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid. JPU Tito menanggapi langsung pembelaan terdakwa, dengan mengatakan tetap pada tuntutan.
Diberitakan sebelumnya, mantan Plt Kadis PUPR Kabupaten HSU Maliki yang menjadi terdakwa dalam kasus OTT KPK, dituntut empat tahun penjara.
JPU Tito Jailani berkesimpulan, dalam fakta hukum yang terungkap selama proses persidangan, terdakwa Maliki dianggap turut serta membantu terjadinya tindak pidana gratifikasi terkait fee proyek.
Dalam tuntutannya, JPU Tito Jailani menyatakan kalau terdakwa Maliki terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana Pasal 12 huruf a No 31 tahun 1999 jo Pasal 55 jo Pasal 64 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain menuntut dengan hukuman empat tahun penjara, JPU juga menuntut terdakwa Maliki membayar denda sebesar Rp 250 juta atau subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 195 juta dengan ketentuan apabila tidak membayar, maka diganti penjara selama tiga tahun.
Diketahui, terdakwa Maliki didakwa telah menerima uang dari Direktur CV Hanamas Marhaini sebesar Rp 300 juta, dan Direktur CV Kalpataru Fahriadi sebesar Rp 240 juta.
Pemberian tersebut terkait adanya dua proyek sumber daya air, agar kedua perusahaan tersebut dapat mengerjakannya. Pembayarannya sendiri dilakukan secara bertahap, dan sudah diatur dalam komitmen fee antara kedua pemborong tersebut, untuk mendapatkan pekerjaan atas persetujuan Bupati HSU Abdul Wahid.
Fee yang disepakati adalah 15 persen dari pagu anggaran, yang diperuntukan untuk bupati dan sebagian dinikmati terdakwa sendiri.
Kedua pimpinan perusahaan yang disidang secara terpisah, terpaksa menyetujui pemberian fee ini agar memperoleh pekerjaan.
Proyek yang dikerjakan di tahun 2021 tersebut, di antaranya pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dengan nilai pagu Rp 2 M yang dikerjakan CV Hanamas. Sementara CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan DIR di Banjang dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 1.555.503.400. ris