JAKARTA – Dua tahun lebih, pandemi covid-19 yang melanda dunia. Selama itu pula, industri kafe dan restoran mengalami pukulan berat.
Sekarang, setelah angka kasus covid-19 mulai melandai dan relaksasi pembatasan kegiatan masyarakat diterapkan pemerintah, rasa optimisme akan bangkitnya industri kafe dan resto pun kembali membuncah.
Bisnis kafe dan resto untuk dine in alias makan di tempat pun diyakini punya prospek yang bagus, seiring dengan keinginan banyak orang yang ingin kembali bersosialisasi seperti dulu, setelah sekitar dua tahun harus menahan keinginan tersebut.
Para pelaku usaha pun bisa menjalankan bisnis offline yang kembali punya potensi besar dengan sistem online yang dibangun untuk beradaptasi dengan zaman dan hantaman pandemi.
Menurutnya, digitalisasi di bisnis ini memang suatu keniscayaan yang harus dilakukan. Tapi, potensi pasar dinen setelah pandemi juga tak bisa diabaikan begitu saja.
“Sekaranglah saatnya untuk kembali menjalankan bisnis kafe dan resto secara offline lagi. Gak ada salahnya sistem online dan offline berjalan simultan,” kata Ketua Bidang Pelatihan Bisnis Apkulindo (Asosiasi Pengusaha Kuliner Indonesia) Pusat Giri Buana dalam Webinar bertajuk `Mengulik Kiat Bangkit Usaha Kafe & Restoran di Era Pandemi yang digelar Validnews.
Ia memastikan, regulasi PPKM yang membatasi kegiatan masyarakat menjadi faktor utama yang mengahambat jalan nya bisnis kafe dan resto. Nah, di awal 2022, setelah semuanya sudah dilonggarkan, potensi dibisinis ini kembali membesar.
“Ini kesempatan, karena salah satu pangsa pasar terbesar adalah beraktifitasnya anak sekolah dan kantor. Itu membuat kami optimistis untuk kembali membangun bisnis kuliner. Asal punya konsep dan target market yang jelas,” serunya.
Untuk diketahui, sepanjang 2019, sebelum terjadi pandemi, total Usaha Penyedia Makan Minum di Indonesia sejumlah 4.008.927 usaha. Jumlah tersebut terdiri dari 12.602 usaha skala menengah besar (UMB) dan 3.996.325 usaha skala menengah kecil (UMK).
Selama tahun tersebut, akumulasi pertumbuhan industri makanan minuman (mamin) berhasil menyentuh 7,78% (cumulative to cumulative/coc). Namun, pertumbuhan itu tiba-tiba terganggu covid-19, sehingga pada 2020 industri mamin nasional hanya tumbuh 1,58% (coc).
“Selain alasan menjaga kesehatan, penurunan pertumbuhan industri mamin tersebut kami prediksi juga terjadi karena masyarakat mengurangi pengeluaran. Hal ini merupakan hasil analisis kami berdasarkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan peningkatantotal simpanan bank pada awal 2022,” kata Rikando Somba, CEO Pusat Riset Visi Teliti Saksama.
Hal ini sejalan dengan data Lembaga Penjain Simpanan (LPS) Per Januari 2022 yang menyebutkan nilai total simpanan bank umum tercatat sebesar Rp7.439 triliun. Jumlah tersebut naik sebesar Rp800,4 triliun atau bertambah sebanyak 12,06%(YoY). rep/mb06