JAKARTA – Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) dapat meminimalkan potensi pergeseran (shifting) konsumsi BBM dari Pertamax yang nonsubsidi ke Pertalite yang disubsidi dengan melarang kendaraan pemerintah dan BUMN mengisi BBM subsidi, ujar Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede.
Perbedaan harga yang cukup tinggi antara bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Pertamax berpotensi memacu pergeseran konsumsi dari Pertamax ke Pertalite. Dengan adanya potensi tersebut, Pertamina dan Pemerintah harus berupaya meminimalkan shifting tersebut.
Selain itu, pemerintah dan Pertamina dapat melakukan seleksi kendaraan pribadi yang mengisi Pertalite.
“Misalnya, kendaraan mewah dengan kapasitas mesin ataupun merek tertentu dilarang mengisi BBM bersubsidi. Pengawasan terhadap tindak kecurangan juga perlu diperketat,” ujar Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melansir Antara di Jakarta.
Josua menilai kebijakan pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite cukup baik untuk melindungi daya beli masyarakat.
Dengan ditetapkannya harga Pertalite, masyarakat masih memiliki opsi BBM murah di tengah tekanan ekonomi akibat COVID-19. “Pertamax memang layak dinaikkan harganya mengingat konsumen dari Pertamax kecenderungannya adalah masyarakat menengah atas,” ujarnya.
Pertamina mulai Jumat lalu menyesuaikan harga Pertamax menjadi Rp12.500 per liter dari sebelumnya Rp9.000.
Kenaikan harga ini pertama kali dalam tiga tahun terakhir. Sedangkan harga Pertalite tetap Rp7.650 per liter namun pemerintah meningkatkan statusnya dari BBM nonsubsidi menjadi BBM Penugasan. Konsumsi Pertalite secara nasional mencapai 76 persen sedangkan Pertamax sekitar 14 persen.
Yayan Satyakti, pakar ekonomi energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, menilai potensi pengguna Pertamax shifting ke Pertalite cukup tinggi.
Karena itu, Yayan menyarankan ada pembatasan jumlah kuota Pertalite di daerah yang pendapatan per kapitanya tinggi. “Misalnya, Pertalite berada di wilayah perdesaan, sedangkan kawasan perkotaan semuanya Pertamax,” ujarnya.
Andaikan di perkotaan ada kendaraan yang menggunakan Pertalite, lanjut Yayan, peruntukannya bagi kendaraan berpelat nomor kuning atau transportasi umum. Dengan demikian, Pertalite tetap ada di Perkotaan tetapi, peruntukannya harus benar-benar efektif. “Kuotanya terbatas untuk transportasi publik,” ujar dia. cnn/mb06