
Oleh : Anita . (Aktivis Muslimah)
Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian telah menjadi sektor strategis dalam swasembada pangan. Namun, besarnya kebutuhan terhadap ketersediaan beras rupanya telah dimanfaatkan oleh sebagian pengusaha untuk mencari keuntungan lebih dengan merugikan masyarakat dan negara. Beberapa waktu ini, menteri pertanian, Andi Amran Sulaiman telah menemukan praktik kecurangan pada beras yang beredar di pasar.Diantara kecurangan tersebut adalahberat timbangan dan kualitas/jenis yang tidak sesuai dengan standar. Hal ini diketahui setelah dilakukan uji sampel beras di 13 laboratorium milik Badan urusan Logistik (Bulog). Oleh karena itu, masyarakat dan negara menderita kerugian besar dan mirisnya pelaku adalahperusahaan besar. Padahal negara sudah memiliki regulasi untuk menjaga kualitas dan standar dalam pemasaran beras, akan tetapi pengawasan dan pelaksanaan yang masih lemah membuat kecurangan bisa terjadi.
Praktik kecurangan adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan yang jauh dari aturan agama. Allah telah menegaskan dalam banyak ayat mengenai perintah berlak adil dalam timbangan dan mengancam orang yang berbuat curang. Diantaranya, Qs. Ar-Rahman ayat 9 yang artinya “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” dan pada Qs. Al-Muthoffifin ayat 1-3 artinya “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”.
Akan tetapi, demi memperoleh keuntungan, apapun akan dilakukan. Bahkan menghalalkan yang haram dan melanggar regulasi. Hal semacam ini dianggap biasa dalam sistem sekuler kapitalisme karena hanya mengutamakan keuntungan materil saja dan mengabaikan nilai-nilai keadilan dan agama.
Berlarutnya persoalan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan sistem sanksi. Kecurangan juga menunjukkan bahwa sistem pendidikan gagal mencetak individu yang amanah dan bertakwa. Selain itu,kurangnya peran negara dalam mengurusi pangan, karena korporasilah yang nyata berkuasa dalam pengelolaan rantai pasok pangan, mulai hulu ke hilirnya. Sedangkan negara tidak punya bargaining power terhadap korporasi karena negara hanya menguasai sebagian kecil bahkan tidak lebih dari 10% pasokan pangan. Hal ini berpengaruh terhadap pengawasan dan penegakan sanksi.
Islam mengharuskan para pejabat dan penguasabersifat amanah dan bertanggungjawab dalam menjaga tegaknya keadilan. Apalagi penguasa adalah pelayan rakyat yang berperan sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai pelindung) bagi rakyatnya. Tegaknya aturan dalam Islam didukung oleh tiga hal, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan kehadiran negara untuk menegakkan aturan yang terwujud dengan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan.
Selain itu, Islam memiliki sistem yang lengkap untuk memastikan bahwa regulasi telah berjalan dengan baik dan sesuai aturan. Dalam hal ini, terdapat qadi hisbah bertugas mengawasi dan menegakkan hukum serta memastikan keadilan dan kepatuhan terhadap hukum Islam terutama dalam transaksi di pasar. Islam juga menetapkan negara harus hadir secara utuh untuk mengurusi pangan mulai produksi-distribusi-konsumsi. Bukan hanya memastikan pasokan tersedia, namun juga mengurusi rantai tata niaga sehingga tidak terjadi kecurangan dan memastikan pangan benar-benar sampai kepada seluruh rakyat.